Tiongkok Balas Kritikan AS soal Hak Asasi Manusia di Hong Kong, AS Mengecam

Foto arsip The Epoch Times

Dalam kasus “47 Aktivis Prodemokrasi” yang mengikuti pemilihan pendahuluan di Hong Kong, 45 aktivis dijatuhi hukuman penjara pada November oleh pengadilan Hong Kong atas pelanggaran terhadap Undang-Undang Keamanan Nasional (UUKN) Tiongkok, dengan hukuman maksimal mencapai 10 tahun.

Amerika Serikat memperingatkan bahwa mereka akan memberlakukan sanksi baru terhadap pejabat Hong Kong. Sebagai tanggapan, pihak berwenang Tiongkok pada Selasa (10/12) mengumumkan pembatasan visa bagi pejabat AS yang mengkritik isu hak asasi manusia di Hong Kong.

Menurut South China Morning Post, Departemen Luar Negeri AS pada Rabu (11/12) mengeluarkan pernyataan: “Kami mengecam tindakan balasan Tiongkok terhadap pejabat AS.”

Amerika Serikat akan terus memantau dengan cermat situasi “hak asasi manusia dan kebebasan dasar yang terus memburuk di Hong Kong,” serta “penghancuran sistematis otonomi Hong Kong di bawah UUKN dan legislasi Pasal 23.”

Departemen Luar Negeri AS kembali menyerukan kepada Tiongkok dan otoritas Hong Kong untuk “menghentikan penuntutan bermotif politik terhadap warga Hong Kong,” serta segera membebaskan semua tahanan politik yang diperlakukan tidak adil.

Pada 19 November, pengadilan Hong Kong menjatuhkan hukuman atas 45 aktivis prodemokrasi berdasarkan “kejahatan konspirasi untuk melakukan subversi ” di bawah UUKN. Hukuman yang dijatuhkan bervariasi, dengan hukuman maksimal mencapai 10 tahun. Peristiwa ini memicu kecaman keras dari Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Inggris.

Pada hari yang sama, Departemen Luar Negeri AS mengeluarkan pernyataan bahwa, sebagai tanggapan, AS memberlakukan pembatasan visa baru terhadap beberapa pejabat Hong Kong yang bertanggung jawab atas pelaksanaan UUKN, berdasarkan Pasal 212(a)(3)(C) dari Undang-Undang Imigrasi dan Kewarganegaraan AS.

Pada 9 Desember, Ketua Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS, Ben Cardin, mengajukan “Undang-Undang Kebijakan Hong Kong 2024” (The Hong Kong Policy Act of 2024), dengan alasan bahwa pelanggaran hak asasi manusia di Hong Kong oleh Tiongkok dalam beberapa tahun terakhir mengharuskan AS untuk mencabut Most Favoured Nation (MFN) terhadap Hong Kong.

Undang-undang baru ini bertujuan untuk menggantikan “Undang-Undang Kebijakan Hong Kong 1992”, yang awalnya didasarkan pada janji Tiongkok untuk mempertahankan otonomi tinggi Hong Kong setelah serah terima kedaulatan pada tahun 1997 silam. Undang-undang tersebut memberikan perlakuan berbeda kepada Hong Kong dibandingkan dengan daratan Tiongkok dalam bidang keuangan, perdagangan, dan imigrasi.

Senator Cardin menyatakan: “Amerika Serikat harus memperkuat dan memperbarui kebijakan untuk melawan pengikisan nilai-nilai demokrasi dan otonomi Hong Kong oleh Tiongkok dan pemerintah Hong Kong.” (ET/jhn/yn/sun)

0 comments