Mengapa Wisatawan Asing Cenderung Enggan Datang ke Tiongkok Meski Ada Pembebasan Visa?

Penumpang di Bandara Internasional Beijing Daxing pada 28 April 2023. Larangan keluar memungkinkan otoritas Tiongkok untuk mencegah orang meninggalkan negaranya. (Jade Gao/AFP melalui Getty Images)


Xia Dunhou, Yi Ru, dan Wang Yanqiao – NTD
_________________________________________________


Setelah tiga tahun pembatasan ketat selama pandemi, jumlah wisatawan asing yang mengunjungi Tiongkok menurun drastis. Meskipun pemerintah Tiongkok telah memperkenalkan berbagai insentif, termasuk kebijakan pembebasan visa sepihak, untuk merangsang industri pariwisata, hasilnya tetap terbatas. Menurut para analis, peningkatan risiko keamanan menjadi alasan utama mengapa banyak wisatawan asing enggan berkunjung ke Tiongkok.

Sejak Desember tahun lalu, pemerintah Tiongkok secara sepihak memberlakukan kebijakan pembebasan visa untuk lebih dari sepuluh negara Eropa, termasuk Jerman, Prancis, Italia, dan Belanda. Mulai 1 Juli tahun ini, kebijakan tersebut diperluas ke negara-negara seperti Selandia Baru dan Australia. Bagi wisatawan dari Amerika Serikat, proses aplikasi visa telah disederhanakan. Sebelumnya, Tiongkok juga telah menawarkan kebijakan bebas visa transit selama 144 jam untuk 54 negara.

Namun, langkah-langkah ini tampaknya tidak berhasil. Menurut data dari Administrasi Imigrasi Nasional Tiongkok, antara Januari hingga Juli tahun ini, Tiongkok hanya menerima lebih dari 17,25 juta wisatawan asing, sementara pada 2019, Tiongkok menerima 97,7 juta wisatawan asing.

Sebaliknya, Jepang telah menerima lebih dari 3 juta wisatawan internasional setiap bulannya sejak Maret tahun ini, dengan total 17,78 juta wisatawan internasional dari Januari hingga Juni, yang merupakan rekor tertinggi sepanjang masa. Korea Selatan juga mencatatkan angka wisatawan asing yang hampir kembali ke tingkat pra-pandemi, dengan 7,7 juta kunjungan pada paruh pertama tahun ini.

Ekonom Amerika Serikat, David Huang, menyatakan bahwa alasan utama wisatawan asing enggan mengunjungi Tiongkok adalah meningkatnya risiko keamanan. Huang mencatat bahwa faktor utama berkaitan dengan ketegangan hubungan internasional Tiongkok saat ini, serta undang-undang Keamanan Nasional dan Anti-Spionase yang diberlakukan oleh pemerintah Tiongkok. Insiden-insiden seperti serangan terhadap guru Amerika Serikat dan masalah lain yang dialami warga asing di Tiongkok membuat banyak wisatawan merasa tidak aman berkunjung.

Pada Juni, ada dua serangan terhadap guru Amerika dan warga Jepang di Tiongkok. Selain itu, undang-undang Anti-Spionase baru yang diterapkan oleh pemerintah Tiongkok juga membawa risiko baru bagi perusahaan asing, pelaku perjalanan bisnis, akademisi, jurnalis, dan peneliti yang datang ke Tiongkok.

Saat ini, Amerika Serikat mempertahankan peringatan perjalanan tingkat tiga “oranye” untuk Tiongkok. Pemerintah Kanada dan Australia juga memperingatkan warganya untuk tetap berhati-hati ketika berada di Tiongkok. Pada Juni, Dewan Urusan Daratan Taiwan menyarankan warga untuk menghindari perjalanan yang tidak penting ke Tiongkok.

Li Qingsong, Kepala Departemen Manajemen Perhotelan dan Pariwisata di Fu Jen Catholic University di Taipei, menyatakan, “Beberapa profesor Amerika yang saya kenal benar-benar enggan pergi ke Tiongkok.”

David Huang juga menambahkan bahwa penurunan drastis jumlah wisatawan asing ke Tiongkok juga terkait dengan kebijakan nol-COVID yang ketat selama beberapa tahun terakhir dan kesulitan situasi ekonomi Tiongkok pada saat ini.

“Kebijakan nol-COVID yang ketat di Tiongkok selama pandemi menyebabkan banyak penerbangan, rute, dan infrastruktur pariwisata terhenti selama tiga tahun, dan banyak yang belum pulih. Saat ini, tekanan ekonomi di Tiongkok meningkat, dan peluang investasi menurun tajam, yang juga berdampak pada pengurangan kunjungan bisnis, pariwisata, bahkan jumlah pelajar asing,” kata Huang. (ET/Jhon/sun)

0 comments