Sayuran Membusuk di Banyak Ladang, Petani Tiongkok Menderita Kerugian Besar Akibat Lemahnya Perekonomian
Pedagang sayur di Kota Shenyang, Provinsi Liaoning, Tiongkok sedang menyusun kubis yang baru diturunkan dari kendaraan pengangkut pada 25 Oktober 2021. (STR/AFP/Getty Images) |
LI ZHAOXI
Kemerosotan ekonomi Tiongkok yang terus berlanjut berdampak langsung terhadap melemahnya permintaan dan menyebabkan harga sayuran di banyak provinsi pun jatuh harganya ke level terendah sejak November tahun ini karena tidak terjual, dan para petani pun terpaksa membiarkan sayuran segar membusuk di ladang. Yang pasti, para petani Tiongkok kembali terpukul setelah lockdown akibat COVID-19.
Wartawan dari media online Henan “Dahe” baru-baru ini mewawancarai beberapa petani sayuran, pedagang grosir, penjual sayuran biasa, dan orang-orang yang terkait dengan industri sayuran, dan memastikan bahwa harga sayuran lokal, grosir, dan pasar telah jatuh ke level terendah.
“Harga lobak putih sangat rendah tahun ini. Harga di lapangan hanya 70-80 sen atau 80-90 sen per kati”. Banyak penduduk Desa Dahuangtan, Kotapraja Ma, Kabupaten Neihuang ramai membicarakan soal harga sayuran. Setelah melakukan peninjauan ke daerah penghasil lobak putih seperti Zhanglong, Ma Shang dan tempat lainnya, reporter menemukan bahwa banyak petani sayuran mengeluh karena hampir tidak menghasilkan uang atau bahkan kehilangan modal karena tingginya harga benih, pupuk, pestisida dan tenaga kerja.
Menurut media Tiongkok “Jiemian News”, di provinsi penghasil sayuran utama, seperti Provinsi Shandong, Hebei, dan Mongolia Dalam, berbagai sayuran seperti kubis, seledri, lobak, dan daun bawang dijual dengan harga murah, dan bahkan ditinggalkan di ladang sayuran tanpa dipanen oleh petani.
Zhu Tingting, seorang penduduk Desa Shouguang, Provinsi Shandong menuturkan bahwa ia membawa pulang puluhan kilogram lobak hijau dari ladang sayur petani berjarak belasan kilometer yang memang sengaja dibiarkan untuk dipungut orang. “Luas lahannya mungkin sebesar 70 – 80 mu, banyak penduduk desa sekitar yang datang untuk memetik sayuran. Kasihan petani harus menderita kerugian yang tidak kecil,” katanya.
Shi Yingfei, seorang sopir truk kontainer berpendingin yang mengangkut seledri dan kembang kol dari Zaozhuang, Shandong ke Xinfadi, Beijing, dengan rata-rata perjalanan pulang pergi 3 atau 4 hari, kepada reporter “Jiemian News” yang mewawancarainya, ia mengatakan: “Lantaran harga sayuran tidak tinggi tahun ini, sehingga tarif angkutan pun tidak tinggi, sehingga tidak menguntungkan.”
Harga jual sayuran telah jatuh ke level terendah. Harga sawi di Xinfadi, Beijing adalah RMB. 0,25/kati, kubis bulat RMB. 0,35/kati. Di pasar grosir tingkat pertama di wilayah Delta Sungai Yangtze, harga sawi dan kubis sekitar RMB. 0,3/kati, kalau kualitasnya kurang bagus, harga dipotongan lagi sebesar 0,05/kati.
Video yang diposting di media sosial mengungkap penderitaan para petani yang hanya bisa menjual kubis seharga RMB.1,- per 6 kati, dan baru mendapat keuntungan RMB. 10,- untuk kubis yang terjual sebanyak 1 kendaraan pengangkut.
Perekonomian Tiongkok menghadapi tantangan yang sangat besar karena menciutnya lapangan kerja dan jatuhnya industri real estat. Di tengah resesi yang berkepanjangan ini, restoran serta supermarket terpaksa memperlambat pembelian sayur-sayuran karena menurunnya konsumen.
Data terbaru yang dirilis pada 30 November memperlihatkan, bahwa aktivitas pabrik Tiongkok pada November kembali menyusut. Zhao Qinghe, ahli statistik senior di Pusat Survei Industri Jasa Biro Statistik Nasional, menyatakan dalam sebuah pernyataannya, bahwa hasil survei menunjukkan bahwa lebih dari 60% perusahaan manufaktur melaporkan terjadinya penurunan permintaan pasar. Permintaan pasar yang terus melemah ini masih menjadi masalah utama yang dihadapi pemerintah Tiongkok dalam memulihkan perkembangan industri manufaktur saat ini.
Pada saat yang sama, aktivitas non-manufaktur juga mencatatkan penurunan ke level terendah baru tahun ini, dengan indeks aktivitas bisnis industri jasa tercatat sebesar 49,3%, turun 0,8 poin persentase dari Oktober tahun ini. Diantaranya, indeks kegiatan usaha real estate, persewaan, jasa dunia usaha dan industri lainnya masih berada di bawah 50% dan tetap menunjukkan tren kontraksi.
Ditambah lagi dengan banyak wilayah di utara dan timur laut Tiongkok mengalami hujan lebat tahun ini, menyebabkan terjadinya penundaan panen sayuran di lahan terbuka, yang akhirnya bertabrakan dengan sayuran hasil rumah kaca, sehingga terjadi kelebihan pasokan sayur di pasar. Kurangnya dukungan Partai Komunis Tiongkok (PKT) terhadap petani selama ini juga ikut memperburuk nasib para petani di Tiongkok. (ET/sin/sun)
0 comments