Media Jerman: Xi Jinping Sedang Menjauhi Putin


Aboluowang

Pada Minggu (16 Juli) situs berita Jerman, t-online.de melaporkan temuannya mengenai perkembangan yang tidak terduga saat berlangsungnya KTT NATO di Vilnius baru-baru ini.

Kabar yang diterima pihak Jerman adalah bahwa Tiongkok semakin tegas dalam menyikapi hubungannya terhadap Rusia. Tiongkok bahkan memperingatkan Rusia agar tidak menggunakan senjata nuklir dalam perang Ukraina. Pada KTT NATO, pihak Jerman mendapat kesan yang lebih jelas bahwa jika Rusia sampai menggunakan senjata nuklir, apakah itu hanya untuk menunjukkan kekuatannya kepada Ukraina, Tiongkok akan langsung menghentikan bantuannya kepada Rusia.

Selain itu, pihak Jerman juga menangkap kesan Tiongkok tentang perang Rusia di Ukraina. yakni Tiongkok merasa dirugikan karena perang yang berlangsung begitu lama. Rusia seakan berperang tanpa terorganisir dan tidak memiliki strategi, itu semua terlihat jelas oleh Tiongkok. Perang yang berkepanjangan telah mengganggu perdagangan dunia, termasuk perdagangan antara Tiongkok dengan Uni Eropa dan sekitarnya. Tiongkok pasca-COVID-19 menghadapi banyak masalah yang harus diatasi, kini keinginan Beijing untuk tidak melanjutkan perang di Ukraina lebih kuat dari waktu-waktu sebelumnya. Berita yang diperoleh Florian Harms, pemimpin redaksi situs berita Jerman t-online selama mengikuti KTT tersebut berkesimpulan, bahwa hubungan antara Tiongkok dengan Rusia mulai berjarak, tampaknya Beijing cenderung memilih bersandar ke NATO.

Media Jerman Die Welt menemukan bahwa warga negara Tiongkok justru memanfaatkan sepenuhnya situasi perang di Ukraina dan sanksi yang dijatuhkan Barat untuk membangun bisnis mereka sendiri di Rusia. Terutama di pasar otomotif, di mana mereka dengan kecepatan yang mencengangkan berhasil menggantikan produk Barat.

Sejak awal Rusia melancarkan agresi militer ke Ukraina, perdagangan luar negeri Rusia mulai berubah. Sekarang, pergeseran semakin cepat. Awalnya, Rusia enggan mengganti produk Barat yang hilang akibat perang dan sanksi dengan produk Tiongkok, karena mereka selama ini memang skeptis terhadap produk Tiongkok. Tapi sekarang, karena kurangnya alternatif, hanya sedikit yang bisa menggantikan “Made in China” membanjiri pasar Rusia.

Jadi perusahaan-perusahaan Tiongkok berkesempatan untuk merebut kekosongan yang diciptakan oleh sanksi Barat. Oleh karena itu perdagangan Rusia – Tiongkok sedang booming. Apakah fenomena keberhasilan Made in China menyerbu pasar Rusia ini dapat disebut sebagai kesalahan atas sanksi yang dijatuhkan Barat ? (ET/sin/sun)


0 comments