Sejatinya Sosok Xi Jinping Setelah Minum Arak (1)

Yuan Hongbing bicara soal Xi Jinping: Mengenyam pendidikan yang tidak normal, perang Selat Taiwan tidak terelakkan; sehari-harinya terlihat pemalu, kemampuannya menenggak alkohol mengejutkan, setelah minum ibarat dua orang yang berbeda; penganut Mao-isme, membangkitkan komunisme dengan mengatasnamakan budaya Tiongkok. (sumber: Pinnacle View.

YUAN HONGBING

Di dunia sekarang ini, Tiongkok di bawah kekuasaan PKT (Partai Komunis Tiongkok) dapat dikatakan adalah suatu keadaan khusus, salah satu karakteristiknya adalah struktur yang aneh dan ruwet, serta jabatan birokrat berlapislapis, dan rahasia dijaga ketat, sangat jarang orang mengetahui peristiwa yang terjadi di dalamnya. Itu sebabnya banyak kebijakan PKT yang terlihat sangat aneh dan tidak rasional di mata dunia luar, tetapi bagi internal PKT, kebijakan itu justru memiliki semacam logika yang konsisten dengan sendirinya.

Acara “Pinnacle View” kali ini telah mengundang seorang akademisi, Profesor Yuan Hongbing (dibaca: yuen hung ping) yang pernah berinteraksi dekat dengan para petinggi PKT, termasuk Xi Jinping (dibaca: si cin bing), Li Keqiang (mantan perdana menteri pada periode pemerintahan yang baru lalu, red.), dan lain-lain, untuk menceritakan kisah nyata selama dirinya berinteraksi dengan Xi Jinping kala itu. Kepribadian dan fenomena psikologis para tokoh yang diungkap dalam kisah ini, yang mungkin dapat membantu kita memahami karakter psikologis kediktatoran Xi Jinping dalam pengelolaan pemerintahan pada tingkatan tertentu.

Jodoh Yuan Hongbing Menjadi Teman Minum Xi Jinping Selama 8 Bulan

Yuan Hongbing: Setelah tuan Hu Yaobang (Ketua Umum PKT antara 1981-1982 dan Sekretaris Jenderal PKT antara 1980—1987) disingkirkan, pada era 1980-an abad lalu, saya dan Xi Jinping sempat menjalin kontak lebih dari delapan bulan, media utama dalam kontak interaksi ini adalah minuman (beralkohol), maka saya pun menyebut hubungan saya dengan Xi Jinping adalah hubungan sebagai teman minum.

Sebenarnya pengalaman ini dulu sudah pernah saya ceritakan beberapa kali, sejumlah komentator menilai, bagaimana mungkin seorang dosen Peking University menjalin hubungan akrab dengan seorang wakil walikota, waktu itu Xi Jinping adalah Wakil Walikota Xiamen (Provinsi Fujian atau Hokkian/Hokkien). Para komentator tersebut kemudian saya dapati mereka adalah lulusan perguruan tinggi yang agak terpencil, mayoritas mereka tidak memahami kondisi di Beijing, terutama tak begitu mengenal Peking University. Di akhir era 1980-an, yakni setelah Hu Yaobang disingkirkan, di Peking University muncul sekelompok dosen muda, sekitar 20-an orang, yang memiliki kesepahaman yang sama yakni hendak memasuki kalangan kekuasaan tertinggi PKT, lalu membuat ideologi politik Hu Yaobang kembali mendominasi kehendak kekuasaan PKT, dan terus mendorong liberalisasi pemikiran. Kelompok ini kemudian buyar setelah banyak yang berselisih paham pasca-peristiwa Pembantaian Tiananmen “4 Juni 1989”.

Maka dari itu bagi kami sekumpulan dosen muda Peking University waktu itu, sasaran yang kami dekati, kami telah mencapai kesepahaman, dan bersepakat, yaitu sasaran yang harus kami dekati terutama adalah para pejabat di atas tingkat provinsi, termasuk pejabat kelas satu negara, seperti Yang Shangkun, Yang Baibing, Wang Zhen, dan lain-lain, juga Menteri Departemen Organisasi RRT, Chen Yeping, para pejabat sejenis inilah yang menjadi sasaran untuk kami dekati. Kelompok pejabat lainnya adalah para kader di tingkat biro, juga harus merupakan posisi yang krusial, seperti Wakil Kepala Biro Tetap dari Biro Kader Muda pada Departemen Organisasi PKT, dan lain sebagainya, semua ini adalah sasaran utama yang hendak kami dekati kala itu. Jadi Xi Jinping yang waktu itu merupakan seorang wakil walikota daerah pinggiran, mendekatinya adalah karena kami menyukainya, bukan karena semacam penghargaan darinya terhadap kami. Itu sebabnya sejumlah komentator sama sekali tidak memahami hal ini, dan dikatakan bagaimana mungkin wakil walikota memedulikan kalian? Para dosen muda di Peking University waktu itu memilih dengan cara seperti itu.

Perkenalan dengan Xi Jinping, adalah dikarenakan waktu itu ayah Xi Jinping menjadi sasaran yang disingkirkan, kami mencari kebenaran dan mengatakan, Xi Zhongxun (ayah Xi, red.) berhati nurani, setelah Hu Yaobang tersingkir, hanya dua orang yang tidak “menghujamkan batu pada korban yang tercebur ke dalam sumur (peribahasa bahasa Mandarin)”, yang pertama adalah Wang Zhaoguo, dan yang kedua adalah Xi Zhongxun. Oleh sebab itu, Xi Zhongxun pun menjadi bulan-bulanan dan penindasan politik dari kubu keras kepala internal partai. Pada saat penindasan berlangsung paling parah, dikabarkan Xi Zhongxun sempat mengalami gangguan mental berat, dan sudah tidak bisa lagi bekerja dengan normal.

Maka keluarga Xi Jinping sejak 1989 telah mengalami semacam pengganyangan, “sekali digigit ular, sepuluh tahun takut pada tali sumur”, jadi pada waktu itu Xi Jinping sangat mengkhawatirkan apa yang dialami ayahnya akan berdampak pada karirnya. Jadi setiap setengah bulan sekali, bahkan terkadang seminggu sekali, Xi Jinping menumpang pesawat angkut militer, karena gratis, dari Xiamen terbang ke Beijing untuk mengadakan aktivitas. Setibanya di Beijing, ia sering mencari seseorang, dan orang itu adalah putra Hu Yaobang yakni Hu Deping. Xi Jinping adalah pecandu berat alkohol, setiap kali datang ia selalu meminta Hu Deping untuk minum bersamanya, Hu Deping ikut minum, tapi karena tidak begitu suka, ia merasa dirinya terganggu, Hu Deping pun mengatakan akan mencarikan sesama pecandu alkohol untuk Xi Jinping, setiap kali ingin minum cari saja orang itu, maka Hu Deping pun memperkenalkan saya kepada Xi Jinping, begitulah akhirnya kami pun memulai hubungan sebagai teman minum selama delapan bulan lebih.

Setiap kali datang ke Beijing, Xi Jinping selalu membawa dua botol arak jenis/merk Maotai, biasanya bila ia yang membawa arak, maka sayalah yang akan menyediakan makanannya, biasanya kami selalu makan dan minum di sebuah kantin “Long March” di luar gerbang barat daya Peking University, sambil minum sembari mengobrol. Begitulah saya pun menjalin hubungan cukup panjang dengannya.

Saya berasal dari Daerah Otonomi Mongolia Dalam, sejak usia muda saya selalu merasa kemampuan minum alkohol saya tak terkalahkan, tetapi di hadapan Xi Jinping, terkadang saya merasa tidak mampu menandinginya soal minum, dua botol arak Maotai, kami masing-masing menenggak satu botol, menuang sendiri minum sendiri, hampir selalu kami habiskan berbarengan. Apa keunikan Xi Jinping? Saat minum paruh pertama, pada dasarnya dia tidak banyak bicara, begitu polos, pendiam, dan tidak banyak omong, tapi begitu arak Maotai itu sudah dihabiskan lebih dari setengah botol, omongannya pun mulai mengalir lancar, sosok yang sangat menarik ini, dan waktu itu ada dua hal pada dirinya dalam hal politik yang sangat mengesankan bagi saya.

Xi Jinping Mewarisi Ajaran Maoisme Tulen, Kurang Mengenyam Pendidikan Modern

Hal pertama, waktu itu sebagai kaum intelek pada umumnya kami memiliki sebuah pandangan yang agak umum, tentu saja terlepas dari benar atau tidaknya pandangan ini, bahwa pada masa itu jumlah penduduk Tiongkok terlalu banyak, dan akan memperlambat pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Saya bukan seorang ekonom, waktu itu saya sendiri juga memiliki pandangan seperti itu, suatu kali saya mengatakan, bahwa salah satu masalah terbesar Tiongkok adalah, jumlah penduduk sekarang terlalu membengkak, kecepatan pertumbuhan ekonomi sudah tak mampu mengejar kecepatan pertumbuhan penduduk. Waktu itu Xi Jinping mengatakan kepada saya, Yuan Hongbing, kau salah, sambil menunjuk saya, karena ia sudah terlalu banyak minum. Saya bertanya, apanya yang salah?

Jumlah penduduk Tiongkok bukan terlalu banyak, sebaliknya justru terlalu sedikit. Inilah ingatan paling mendalam yang diberikan seorang Xi Jinping pada saya, ia berkata komunisme, seluruh dunia mewujudkan komunisme, sangat dibutuhkan orang untuk mengelolanya, jadi penduduk Tiongkok itu tidak terlalu banyak, justru masih terlalu sedikit. Itu adalah salah satu pendapatnya.

Di kemudian hari setelah dipikir-pikir lagi sebenarnya bisa juga dipahami, karena pada masa Revolusi Kebudayaan (1966 - 1976) ia telah mengalami kutukan Maoisme tulen di dalam hatinya, orang-orang kerap kali mengatakan dirinya hanyalah seorang lulusan SD, realitanya, pada satu sisi dari sudut pandang pengetahuan rasional yang normal, ia memang seseorang yang tidak pernah mengenyam pendidikan modern yang sesungguhnya, tetapi dari sudut pandang lain, kutukan Maoisme tulen dari Revolusi Kebudayaan ini terhadap jiwanya, adalah begitu mendalam, oleh karena itu seperangkat kecerdasan emosional sesat yang disebut merealisasi paham komunis ini, sebenarnya adalah seorang penyintas dari keseluruhan ideologi tersebut.

Xi Jinping Adu Jotos dengan Bai Enpei Setelah Mabuk, Hanya Dikarenakan Selisih Pendapat Mengenai Perang Korea

Yuan Hongbing: Kesan mendalam kedua dari Xi Jinping adalah, waktu itu ada Bai Enpei, yakni Sekretaris Provinsi Yunnan. Bai Enpei yang di kemudian hari divonis hukuman mati dengan penangguhan, waktu itu ia masih menjabat sebagai Sekretaris Prefektur Yan’an, dan masih menempuh studi di Sekolah Partai Pusat di Beijing, saya juga menjalin hubungan tertentu dengannya, karena untuk melakukan semacam aktivitas dia hendak menemui mantan Menteri Departemen Organisasi Pusat Chen Yeping yang baru saja pensiun. Lalu saya pergi ke mess sekolah partai tempat Bai Enpei berdiam, dan melihat di bawah ranjangnya dipenuhi arak jenis Xifeng, berkotak-kotak arak Xifeng, dengan kemasan setengah liter, Bai Enpei menyebut arak Xifeng itu “granat”, maksudnya adalah granat ini digunakannya untuk membuka satu demi satu gerbang besi relasinya.

Suatu kali saya mengundang Xi Jinping untuk datang bergabung ke mess Bai Enpei, kami pun mulai minum arak di mess Bai Enpei, sembari minum kami membicarakan Perang Waduk Chosin membantu Korea melawan AS, Bai Enpei mempunyai suatu pandangan, Korps Kesembilan dalam Perang Waduk Chosin, korps yang dipimpin oleh Song Shilun sebanyak 150.000 pasukan itu dalam kondisi tidak dilengkapi dengan pakaian musim dingin yang memadai, lalu dikirim ke tengah medan pertempuran yang suhunya lebih dua puluh derajat di bawah nol, jumlah serdadu yang tewas dan terluka lantaran kedinginan itu mencapai lebih dari 2/3 dari keseluruhan anggota korps tersebut. Bai Enpei menilai ini adalah semacam kejahatan perang, Mao Zedong seharusnya bertanggung jawab atas kejahatan ini, dan Song Shilun seharusnya dihukum karena dia adalah komandan Korps Kesembilan tersebut.

Sampai di sini, Xi Jinping yang biasanya pendiam tiba-tiba naik pitam, ia menuding Bai Enpei dan mengatakan, "Kau telah melecehkan semangat kepahlawanan pasukan sukarela kita sedemikian rupa." Menurut Xi Jinping, walaupun kita kehilangan banyak prajurit, tapi kita telah mengalahkan pasukan elite AS, dan mengusir mereka dari Korea Utara, ini adalah kemenangan yang sangat besar, pengorbanan itu adalah sudah seharusnya. Xi merasa Song Shilun tidak seharusnya dihukum, sebaliknya harus disebut sebagai pahlawan. Keduanya pun mulai adu mulut, bahkan pada akhirnya terjadi adu jotos, karena sudah mabuk, perkelahian pun tak terhindarkan. Saya berusaha melerai keduanya, tapi kedua orang ini, khususnya Xi Jinping berpostur tubuh tinggi sekitar 180 cm, sangat sulit menahannya, Bai Enpei mengalami sejumlah luka. Itu sebabnya saya kini menilai, setelah itu Bai Enpei adalah pejabat pertama yang dieksekusi mati, dan seumur hidup tidak bisa dijamin keluar, apakah karena ada kaitannya dengan perkelahian tersebut? Tentu saja ini hanyalah dugaan saya sendiri.

Namun dari kejadian ini bisa dilihat kondisi psikologis Xi Jinping, yaitu di dalam benaknya berapa banyak orang bakal dikorbankan, berapa banyak nyawa terkorbankan, itu tidak penting, yang utama adalah bagaimana mewujudkan idealisme politik, militer, dan tujuan militer yang hendak dicapai oleh sang diktator. Hal ini membuat saya teringat lagi pada Mao Zedong, dan mengapa saya mengatakan bahwa Xi Jinping adalah Mao Zedong versi kecil? (ET/sud/sun)

Bersambung



0 comments