Gerakan Kertas Putih Terus Diawasi Pemerintah, Dikabarkan Sejumlah Mahasiswa Peserta “Hilang”
NING HAIZHONG
Gerakan Kertas Putih sebagai protes terhadap kebijakan Nol Kasus ekstrem yang diterapkan pemerintah, terus ditekan oleh aparat berwenang. Kabarnya banyak mahasiswa yang ditangkap, bahkan anggota keluarga dalam negeri dari pendukung gerakan yang berada di luar negeri juga ikut kehilangan kontak. Sampai saat ini belum jelas berapa banyak peserta unjuk rasa yang ditangkap pihak berwenang. Netizen menghimbau masyarakat untuk menaruh perhatian.
Sejumlah Mahasiswa Peserta “Hilang”, Anggota Keluarga Dalam Negeri Diintimidasi
Pada 24 November sebuah kebakaran terjadi di Kota Urumqi, Xinjiang menyebabkan korban tewas tidak dapat menyelamatkan diri akibat terblokir oleh pencegahan epidemi yang ketat. Setelah itu, Gerakan Kertas Putih meletus sebagai pelampiasan ketidakpuasan masyarakat yang dimotori oleh mahasiswa terhadap pencegahan epidemi yang berlebihan serta pengendalian sosial di banyak tempat di Tiongkok.
Berawal dari unjuk rasa di Institut Komunikasi Nanjing, kemudian unjuk rasa, orasi, menyanyikan lagu kebangsaan, memasang slogan dan mengangkat lembaran kertas putih sebagai protes langsung diikuti oleh sejumlah besar mahasiswa dari puluhan universitas di seluruh negeri, seperti Universitas Peking, Universitas Tsinghua, Api protes dalam waktu singkat berkobar di Shanghai, Beijing, Guangzhou, Chengdu, Wuhan dan kota-kota besar Tiongkok lainnya.
Pada 26 November malam, mahasiswa Institut Komunikasi Nanjing mengadakan acara berkabung atas korban kebakaran di Urumqi, Xinjiang. Salah satu mahasiswi berdiri sambil memegang selembar kertas putih. Kemudian, kertas putih itu diambil dari tangannya oleh seseorang, tetapi dia terus bersikap layaknya memegang kertas putih, melakukan protes diam, menyebabkan lebih banyak mahasiswa yang berkumpul.
Pada 2 Desember, banyak netizen di Twitter menaruh perhatian terhadap gadis mengangkat kertas putih yang bernama Li Kangmeng. Kabarnya gadis tersebut telah dibawa pergi oleh polisi pada 30 November.
Seorang netizen menunjukkan bahwa Li Kangmeng, gadis yang protes dengan mengangkat kertas putih dalam kampus Institut Komunikasi Nanjing telah dibawa pergi oleh polisi pada 30 November. (foto internet)
Pada 3 Desember, beberapa netizen memposting di Twitter : Berita terpercaya, mohon bantuan segera. Caiyang Lamu, seorang gadis berusia 23 tahun dari Lhasa, Tibet, yang studi di Institut Komunikasi Nanjing telah hilang selama beberapa hari dan tidak terdengar kabar beritanya. Dia mungkin telah ditangkap pihak berwenang. Otoritas Tiongkok diduga telah menangkap lebih dari 60 orang mahasiswa menyusul gerakan protes 26 November di kampus Institut Komunikasi Nanjing.
Selain itu, rekaman video tentang seorang gadis Chengdu yang melakukan orasi juga beredar di Internet, isinya mengejutkan dan menarik banyak perhatian orang. Beberapa netizen mengatakan bahwa sejumlah besar mahasiswa telah ditangkap, tetapi saat ini belum dapat dikonfirmasi jumlahnya.
Pada 26 November malam, warga sipil Shanghai secara spontan berkumpul di Jalan Urumqi Tengah untuk memprotes kebijakan penguncian ketat selama tiga tahun dan menuntut pembebasannya. Massa yang berkumpul sampai meneriakkan motto : Partai Komunis Tiongkok mundur ! Xi Jinping turun ! Kami butuh kebebasan bukan diktator ! dsb. Netizen mengklaim bahwa malam itu juga polisi menangkap sejumlah orang yang diangkut dengan 2 kendaraan.
Kabar yang beredar saat ini menyebutkan bahwa termasuk mahasiswa bernama Qin Chao, penduduk asli Lu’an, Anhui yang telah dibawa pergi oleh polisi dari Jalan Urumqi Tengah, Shanghai pada 27 November malam, sampai saat ini yang bersangkutan masih belum dapat dihubungi dan belum diketahui keadaannya.
Situs web “Minsheng Watch” mengungkapkan pada 1 Desember bahwa gadis Shanghai bernama Chen Jialin yang menghadiri kegiatan berkabung di Jalan Urumqi Tengah, Shanghai, saat mau kembali ke rumahnya dan sedang menerima wawancara reporter media di dekat kereta bawah tanah Jiuting, dia ditangkap oleh seorang polisi bermarga Qian. Pada 29 November pukul 22:00, Chen Jialin ditahan di Pusat Penahanan No. 2 Shanghai (Jalan Mogao No. 9). Kabarnya Chen Jialin menderita gangguan depresi.
Informasi yang dikumpulkan oleh situs web ini juga menunjukkan bahwa pada 29 November malam, seorang siswa di Universitas Pertanian dan Kehutanan Fujian yang memegang kertas putih juga dibawa pergi oleh pimpinan perguruan tinggi dan petugas keamanan yang datang. Kondisi yang bersangkutan juga belum diketahui.
Pada 27 November malam, protes warga sipil berskala besar terjadi di Jalan Hanzheng, Kota Wuhan, tetapi ditumpas oleh polisi. Warga Wuhan bernama Jing Xueqin ditangkap oleh polisi. Pacarnya mengatakan kepada Epoch Times pada 29 November bahwa pihak berwenang terus menyembunyikan lokasi di mana Jing Xueqin ditahan.
Anggota keluarga yang berada di dalam negeri dari siswa di luar negeri yang ikut mendukung Gerakan Kertas Putih juga diintimidasi pihak berwenang.
Pada 3 Desember, Wang Zhaoqing, seorang pemuda asal Tiongkok yang tinggal di Eropa menulis di Twitter : Pada 2 Desember, dirinya mengeluarkan pemberitahuan untuk mengadakan demo di Belanda. Beberapa jam kemudian, ia menerima informasi bahwa ibunya di Jiangsu telah ditangkap dan dimasukkan ke kamp konsentrasi. Karena WeChat diblokir otoritas, kontak tidak berhasil dilakukan. Sehingga dirinya sangat cemas terhadap kondisi ibunya saat ini.
PKT Menggunakan Teknologi Tinggi untuk Memantau dan Melacak Pengunjuk Rasa
Setelah pecahnya Revolusi atau Gerakan Kertas Putih, PKT dengan cepat memanfaatkan seluruh mesin pemeliharaan stabilitas untuk menekan gerakan tersebut.
Pada 28 November, Komite Politik dan Hukum Komite Sentral Partai Komunis Tiongkok mengeluarkan perintah untuk menindak kegiatan infiltrasi dan sabotase yang dilakukan oleh kekuatan musuh, dan menjaga stabilitas sosial secara keseluruhan. Setelah itu, otoritas Chongqing dan provinsi lain mulai mengatur langkah penindasan.
Polisi di banyak tempat menangkap orang tanpa pandang bulu, memperkuat sensor internet, memeriksa ponsel warga yang lewat di kereta bawah tanah atau di jalanan untuk melihat apakah terdapat informasi terkait protes, dan apakah mereka telah mengunduh VPN atau perangkat lunak sosial luar negeri yang dilarang. Polisi bahkan melakukan “kunjungan rumah” peserta unjuk rasa.
Deutsche Welle yang mengutip laporan pengacara Tiongkok memberitakan bahwa setelah banyak pengunjuk rasa di Guangzhou diinterogasi oleh polisi dan menyerahkan identitas diri mereka, akun aplikasi Telegram mereka yang digunakan untuk komunikasi menjadi terenkripsi. Para pengunjuk rasa yang meninggalkan lokasi protes dan tidak terlibat konflik langsung dengan polisi menerima pemberitahuan dari pihak kepolisian pada keesokan harinya.
New York Times melaporkan bahwa polisi menggunakan perangkat pengenalan wajah, informasi ponsel dan laporan informan untuk mengetahui identitas dan alamat tempat tinggal orang-orang yang berpartisipasi dalam protes atau hanya pergi ke lokasi protes, dan memperingatkan mereka untuk tidak lagi berpartisipasi dalam aksi tersebut. Polisi juga menggunakan kotak pelacak sinyal ponsel yang dapat mensimulasikan menara ponsel, terhubung ke ponsel terdekat dan mendapatkan informasi ponsel.
Tindakan pencegahan epidemi PKT telah menjadikan Barcode Perjalanan sebagai izin yang wajib dimiliki oleh setiap orang warga untuk keluar masuk sejumlah besar tempat umum dan menggunakan transportasi. Sulit untuk bergerak tanpa ponsel. Kepolisian juga menggunakannya sebagai sarana untuk memantau pengunjuk rasa.
Pemberitahuan yang dikeluarkan oleh perguruan tinggi di banyak tempat di Tiongkok menunjukkan bahwa perguruan tinggi akan mempercepat liburan musim dingin dari jadwal sebelumnya untuk mencegah siswa berkumpul dan melakukan demo.
Beijing Menjadikan Tsinghua sebagai Pusat Pemantauan demi Mencegah Terulangnya Unjuk Rasa
Setelah pecahnya Gerakan Kertas Putih otoritas Beijing berada dalam siaga tinggi untuk mencegah gerakan kembali terjadi.
Media Central News Agency melaporkan bahwa sejumlah besar petugas polisi dan kendaraan polisi telah dikerahkan untuk berjaga-jaga di sejumlah jalan termasuk Jembatan Liangma, Jembatan Sitong, Lapangan Tiananmen, Qianmen, Nanluoguxiang, 798, Taman Chaoyang, Taman Olahraga Olimpiade, Wangfujing, Komersial Xidan dan sekitarnya. Petugas polisi yang berpatroli juga secara acak memeriksa dokumen warga yang sedang lewat.
CNA mengutip sumber yang mengetahui masalah tersebut melaporkan bahwa hampir semua universitas dan perguruan tinggi di Beijing telah mengizinkan semua siswa luar kota untuk pulang kampung halaman mereka lebih cepat dari jadwal, dan siswa yang tinggal di Beijing juga telah berulang kali diperingati oleh pihak universitas agar mereka tidak berpartisipasi dalam kegiatan demo. Diantaranya, Universitas Tsinghua diawasi secara ketat oleh Departemen Keamanan Tiongkok.
Ada warga lain yang mengungkapkan, untuk tokoh masyarakat yang ikut berorasi di Jembatan Liangma sementara tidak dilakukan penangkapan, namun identitas mereka mungkin sudah berada dalam tangan kepolisian, sehingga mereka perlu berhati-hati terhadap keamanan dirinya. (ET/sin/sun)
Pada 26 November malam, warga sipil Shanghai secara spontan berkumpul di Jalan Urumqi Tengah untuk memprotes kebijakan penguncian ketat selama tiga tahun dan menuntut pembebasannya. Massa yang berkumpul sampai meneriakkan motto : Partai Komunis Tiongkok mundur ! Xi Jinping turun ! Kami butuh kebebasan bukan diktator ! dsb. Netizen mengklaim bahwa malam itu juga polisi menangkap sejumlah orang yang diangkut dengan 2 kendaraan.
Kabar yang beredar saat ini menyebutkan bahwa termasuk mahasiswa bernama Qin Chao, penduduk asli Lu’an, Anhui yang telah dibawa pergi oleh polisi dari Jalan Urumqi Tengah, Shanghai pada 27 November malam, sampai saat ini yang bersangkutan masih belum dapat dihubungi dan belum diketahui keadaannya.
Situs web “Minsheng Watch” mengungkapkan pada 1 Desember bahwa gadis Shanghai bernama Chen Jialin yang menghadiri kegiatan berkabung di Jalan Urumqi Tengah, Shanghai, saat mau kembali ke rumahnya dan sedang menerima wawancara reporter media di dekat kereta bawah tanah Jiuting, dia ditangkap oleh seorang polisi bermarga Qian. Pada 29 November pukul 22:00, Chen Jialin ditahan di Pusat Penahanan No. 2 Shanghai (Jalan Mogao No. 9). Kabarnya Chen Jialin menderita gangguan depresi.
Informasi yang dikumpulkan oleh situs web ini juga menunjukkan bahwa pada 29 November malam, seorang siswa di Universitas Pertanian dan Kehutanan Fujian yang memegang kertas putih juga dibawa pergi oleh pimpinan perguruan tinggi dan petugas keamanan yang datang. Kondisi yang bersangkutan juga belum diketahui.
Pada 27 November malam, protes warga sipil berskala besar terjadi di Jalan Hanzheng, Kota Wuhan, tetapi ditumpas oleh polisi. Warga Wuhan bernama Jing Xueqin ditangkap oleh polisi. Pacarnya mengatakan kepada Epoch Times pada 29 November bahwa pihak berwenang terus menyembunyikan lokasi di mana Jing Xueqin ditahan.
Anggota keluarga yang berada di dalam negeri dari siswa di luar negeri yang ikut mendukung Gerakan Kertas Putih juga diintimidasi pihak berwenang.
Pada 3 Desember, Wang Zhaoqing, seorang pemuda asal Tiongkok yang tinggal di Eropa menulis di Twitter : Pada 2 Desember, dirinya mengeluarkan pemberitahuan untuk mengadakan demo di Belanda. Beberapa jam kemudian, ia menerima informasi bahwa ibunya di Jiangsu telah ditangkap dan dimasukkan ke kamp konsentrasi. Karena WeChat diblokir otoritas, kontak tidak berhasil dilakukan. Sehingga dirinya sangat cemas terhadap kondisi ibunya saat ini.
PKT Menggunakan Teknologi Tinggi untuk Memantau dan Melacak Pengunjuk Rasa
Setelah pecahnya Revolusi atau Gerakan Kertas Putih, PKT dengan cepat memanfaatkan seluruh mesin pemeliharaan stabilitas untuk menekan gerakan tersebut.
Pada 28 November, Komite Politik dan Hukum Komite Sentral Partai Komunis Tiongkok mengeluarkan perintah untuk menindak kegiatan infiltrasi dan sabotase yang dilakukan oleh kekuatan musuh, dan menjaga stabilitas sosial secara keseluruhan. Setelah itu, otoritas Chongqing dan provinsi lain mulai mengatur langkah penindasan.
Polisi di banyak tempat menangkap orang tanpa pandang bulu, memperkuat sensor internet, memeriksa ponsel warga yang lewat di kereta bawah tanah atau di jalanan untuk melihat apakah terdapat informasi terkait protes, dan apakah mereka telah mengunduh VPN atau perangkat lunak sosial luar negeri yang dilarang. Polisi bahkan melakukan “kunjungan rumah” peserta unjuk rasa.
Deutsche Welle yang mengutip laporan pengacara Tiongkok memberitakan bahwa setelah banyak pengunjuk rasa di Guangzhou diinterogasi oleh polisi dan menyerahkan identitas diri mereka, akun aplikasi Telegram mereka yang digunakan untuk komunikasi menjadi terenkripsi. Para pengunjuk rasa yang meninggalkan lokasi protes dan tidak terlibat konflik langsung dengan polisi menerima pemberitahuan dari pihak kepolisian pada keesokan harinya.
New York Times melaporkan bahwa polisi menggunakan perangkat pengenalan wajah, informasi ponsel dan laporan informan untuk mengetahui identitas dan alamat tempat tinggal orang-orang yang berpartisipasi dalam protes atau hanya pergi ke lokasi protes, dan memperingatkan mereka untuk tidak lagi berpartisipasi dalam aksi tersebut. Polisi juga menggunakan kotak pelacak sinyal ponsel yang dapat mensimulasikan menara ponsel, terhubung ke ponsel terdekat dan mendapatkan informasi ponsel.
Tindakan pencegahan epidemi PKT telah menjadikan Barcode Perjalanan sebagai izin yang wajib dimiliki oleh setiap orang warga untuk keluar masuk sejumlah besar tempat umum dan menggunakan transportasi. Sulit untuk bergerak tanpa ponsel. Kepolisian juga menggunakannya sebagai sarana untuk memantau pengunjuk rasa.
Pemberitahuan yang dikeluarkan oleh perguruan tinggi di banyak tempat di Tiongkok menunjukkan bahwa perguruan tinggi akan mempercepat liburan musim dingin dari jadwal sebelumnya untuk mencegah siswa berkumpul dan melakukan demo.
Beijing Menjadikan Tsinghua sebagai Pusat Pemantauan demi Mencegah Terulangnya Unjuk Rasa
Setelah pecahnya Gerakan Kertas Putih otoritas Beijing berada dalam siaga tinggi untuk mencegah gerakan kembali terjadi.
Media Central News Agency melaporkan bahwa sejumlah besar petugas polisi dan kendaraan polisi telah dikerahkan untuk berjaga-jaga di sejumlah jalan termasuk Jembatan Liangma, Jembatan Sitong, Lapangan Tiananmen, Qianmen, Nanluoguxiang, 798, Taman Chaoyang, Taman Olahraga Olimpiade, Wangfujing, Komersial Xidan dan sekitarnya. Petugas polisi yang berpatroli juga secara acak memeriksa dokumen warga yang sedang lewat.
CNA mengutip sumber yang mengetahui masalah tersebut melaporkan bahwa hampir semua universitas dan perguruan tinggi di Beijing telah mengizinkan semua siswa luar kota untuk pulang kampung halaman mereka lebih cepat dari jadwal, dan siswa yang tinggal di Beijing juga telah berulang kali diperingati oleh pihak universitas agar mereka tidak berpartisipasi dalam kegiatan demo. Diantaranya, Universitas Tsinghua diawasi secara ketat oleh Departemen Keamanan Tiongkok.
Ada warga lain yang mengungkapkan, untuk tokoh masyarakat yang ikut berorasi di Jembatan Liangma sementara tidak dilakukan penangkapan, namun identitas mereka mungkin sudah berada dalam tangan kepolisian, sehingga mereka perlu berhati-hati terhadap keamanan dirinya. (ET/sin/sun)
0 comments