Epidemi Kembali Merebak di Shanghai, Warga Khawatir, Banyak Perguruan Tinggi Ditutup

Gambar menunjukkan polisi mengenakan alat pelindung memeriksa orang-orang di jalan selama penguncian di Distrik Jing'an, Shanghai, pada 27 Mei 2022. (HECTOR RETAMAL/AFP via Getty Images)

LIN CENXIN & LIU FANG

Epidemi baru-baru ini kembali merebak di kota Shanghai, pihak berwenang lagi-lagi menutup sejumlah besar perguruan tinggi, dan komunitas. Warga banyak yang frustasi, emosional, dan khawatir kemudian mulai menyimpan makanan sebagai persiapan jika terjadi penguncian ketat seperti yang pernah dilakukan beberapa bulan lalu.

Warga Shanghai mengatakan: “Saya telah dikarantina sejak Maret di Universitas Jiao Tong, dan sekarang kembali dipaksa menjalankan karantina setelah pulang ke rumah. Saya baru saja kembali, saya baru saja menjalani karantina, dan bahkan saya sama sekali tidak memiliki kontak dekat dengannya, mengapa kode kesehatan saya harus dimerahkan?”

Pada 9 Oktober pagi hari, sebuah video yang beredar di Internet menunjukkan bahwa publik berada di ambang kehancuran terkait kebijakan penutupan demi pengendalian. Mrs. Xu, seorang penduduk Shanghai mengatakan bahwa dirinya yang memposting ulang video ini di pagi hari, karena seluruh warga Shanghai sudah muak dengan kebijakan lockdown.

“Saya juga muak dengan melakukan tes asam nukleat setiap 3 hari sekali. Terus menerus melakukan tes sampai tenggorokan jadi sakit. Virus itu tidak membunuh kami, malahan kebijakan yang membunuh kami. Bagaimana pun tes harus dilakukan, jika tidak maka Anda tidak dapat keluar rumah, tidak dapat naik kendaraan. Di seluruh dunia hanya negara kita ini yang paling aneh”, kata Mrs. Xu.

Menurut laporan resmi, dari 1 hingga 7 Oktober, terdapat sebanyak 70 kasus positif COVID-19 di Shanghai. Namun, karena kebiasaan pemerintah Tiongkok yang menutup-nutupi angka infeksi yang sebenarnya, jadi diyakini jumlahnya pasti lebih tinggi dari itu. Para pejabat mengatakan bahwa terdapat 16 distrik di Kota Shanghai yang digolongkan sebagai daerah bahaya COVID-19, dan sejumlah mahasiswa perguruan tinggi dan dosennya telah didiagnosis positif.

Pada 7 Oktober, seorang mahasiswa Universitas Keuangan dan Ekonomi Shanghai terdiagnosis positif COVID-19. Sore harinya, seluruh warga yang berkontak dekat dengannya meskipun kartu kesehatannya berwarna hijau semua dibawa paksa menjalani karantina di tempat isolasi terpusat.

Selain Universitas Keuangan dan Ekonomi Shanghai, Universitas Tongji, Kota Universitas Songjiang, dan Kampus Fenglin Universitas Fudan berturut-turut terkena blokir. Pada 8 Oktober malam hari, markas besar Universitas Fudan juga terkena penutupan selama 3 hari. Beberapa gedung asrama dalam kampus Universitas Jiao Tong Shanghai juga dilaporkan terkena blokir.

Otoritas Shanghai mengeluarkan pemberitahuan yang menyatakan bahwa pihaknya telah mengubah warna kartu kesehatan dari lima kategori warga menjadi berwarna merah. Mereka itu adalah warga yang tes awal menunjukkan positif. Warga yang telah dikonfirmasi positif, warga dengan infeksi tanpa gejala, atau dicurigai. Warga yang berkontak dekat. Warga yang baru datang dari luar daerah atau luar negeri. Warga dengan riwayat pernah tinggal di daerah berisiko sedang atau tinggi, dan lainnya.

Mr. Wang mengatakan: “Mulai lagi, membuat banyak orang kembali panik. Kartu hijau bisa menjadi merah bagaimana suka-suka mereka. Kita hanya bisa menerimanya. Segala macam istilah baru bisa mereka keluarkan untuk menghalalkan tindakan. Anda yang cuma berpapasan saja bisa dikategorikan sebagai orang yang berhubungan dekat. Pokoknya saya sudah memulai persiapan, menyediakan beras, mie instan, karena saya tidak tahu apa yang bakalan terjadi nanti, yang jelas hal itu akan cukup merepotkan”. (ET/sin/sun)

0 comments