Tindakan Petugas Mencegah Epidemi PKT Semakin Brutal, Tongkat Polisi, Air Cabai Ikut Dimainkan
Petugas menangkap warga (Istimewa) |
LI YUN
Di bawah kebijakan pemerintah Tiongkok yang ingin mencapai Nol Kasus Infeksi, tindakan petugas dalam mencegah penyebaran epidemi di berbagai tempat di Tiongkok telah berubah semakin brutal. Beberapa orang yang menolak untuk menjalani tes asam nukleat dan tidak memakai masker diborgol lalu dibawa oleh polisi. Ada juga warga yang mukanya disemprot dengan air cabai atau merica. Beberapa orang lainnya diperlakukan kasar seperti dipukuli dan dianiaya oleh petugas keamanan. Analis menunjukkan bahwa di seluruh instansi pemerintahan di Tiongkok sekarang telah menjadikan pencegahan epidemi sebagai gerakan politik nasional yang mau tidak mau harus diikuti pejabat dan petugas bila tidak ingin malang datang melintang.
Dalam video: “Saya akan melompat dari gedung sekarang juga, dan mati di depan kalian, pokoknya saya tidak mau dites …”
Pada 11 September, seorang pria menolak untuk menjalani tes asam nukleat, karena itu kedua tangannya diborgol oleh petugas yang datang menggedor tempat tinggalnya lalu membawanya pergi.
Adegan seperti ini muncul di banyak tempat di Tiongkok. warga sipil dibawa pergi oleh sekelompok polisi dan petugas ber-APD dengan tangan terborgol karena mereka menolak untuk terus menerus menjalani tes asam nukleat, atau mereka dicegat di tempat lalu dipaksa untuk menjalani uji asam nukleat.
Pada 10 September, di Kota Guiyang, Provinsi Guizhou, sekelompok petugas polisi dengan bersenjatakan tongkat polisi (baton) melakukan pemeriksaan dari rumah ke rumah untuk menangkap warga yang tidak melakukan tes asam nukleat.
Rekaman video menunjukkan bahwa sekelompok petugas polisi tersebut mendobrak masuk ke rumah seorang warga pada larut malam dan menyeret pria pemilik rumah yang sedang tidur itu ke lantai rumah lalu menekannya. Pada saat yang sama, petugas dengan nada keras menegur dan memerintahkan istri pria tersebut untuk berjongkok.
Polisi Guiyang mengatakan: “Selama epidemi saat ini, kalian tidak menyesuaikan diri dengan kebijakan pencegahan epidemi, itu berarti kalian tidak menghormati para petugas pencegahan dan pengendalian epidemi. Sekarang saya memperingatkan kalian, ketika kalian membuka pintu untuk saya tadi, kalian sudah menunjukkan sikap tidak mau bekerja sama. ,,. Jongkok!”
Pada 11 September, di Distrik Pidu, Chengdu, seorang pria juga disemprot dengan air merica atau cabai oleh polisi karena tidak memakai masker.
Pada hari yang sama, seorang pemilik toko buah di Chengdu yang ingin memasukkan buah-buahan dalam tokonya ke dalam lemari pendingin untuk disimpan, tetapi pintu tokonya didobrak oleh beberapa anggota polisi lalu menyeret pemilik keluar dari toko buah dengan leher dijepit lengan polisi.
“Apakah saya sedang buka toko sekarang? Jika saya buka, kalian boleh menghancurkan toko saya”, kata pemilik toko buah itu.
Tong Yimin, seorang artis Tiongkok mengungkapkan bahwa di semua daerah Tiongkok sekarang telah menjadikan pencegahan epidemi sebagai gerakan politik.
“Gerakan ini telah menyakiti hati setiap warga sipil Tiongkok. Petugas polisi ini dan mereka yang mengenakan ban lengan berwarna merah adalah mesin kekerasan negara. Mereka ini melayani partai politik ini dan bekerja mati-matian demi gaji yang tidak seberapa. Namun tidak segan-segan untuk menyiksa rakyat jelata. Ini adalah perilaku yang sangat tidak manusiawi”, kata Tong Yimin.
Tong Yimin mengatakan bahwa lebih dari satu miliar penduduk Tiongkok sedang membayar untuk kebijakan Nol Kasus yang tidak rasional dari pemerintah pusat.
“Mungkin saja mereka juga sadar tentang perbuatan mereka yang sangat tidak rasional dan kejam itu adalah salah. Tapi itu tetap mereka lakukan karena bersikeras terhadap kebijakan yang mereka keluarkan. Jika mereka begitu saja mengakui kesalahannya, bisa jadi mereka akan kalah secara politik. Karena itu, demi kepentingan pribadi, mereka lalu tidak mau peduli lagi dengan hidup matinya rakyat jelata, memberlakukan rakyat jelata seperti itu”, katanya.
Epidemi virus komunis Tiongkok (COVID-19) telah berlangsung selama hampir tiga tahun, dan tidak sulit menemui petugas ber-APD, petugas polisi dan orang-orang yang mengenakan ban lengan berwarna merah atau orang-orang yang mengatasnamakan petugas pencegahan epidemi terlihat sedang menganiaya warga sipil. Khususnya, tes asam nukleat yang intensif dan antrean yang sangat panjang telah membuat banyak warga kehilangan kesabaran.
Seorang penumpang Stasiun Kereta Api Wenzhou yang menjalani tes asam nukleat mengatakan: “Saya melakukan asam nukleat 3 kali dalam 24 jam, yang benar-benar membuat saya frustrasi”.
Huang Ziyin, seorang wartawan lepas mengatakan bahwa kontradiksi yang timbul akibat pencegahan epidemi terus bertambah.
Huang Ziyin mengatakan: “Kebijakan Nol Kasus dan tes asam nukleat setiap hari yang tidak bisa ditawar-tawar membuat warga sipil tidak berkutik, warga sipil tidak dapat melakukan apa pun jika tidak melakukan tes. Hal ini telah menciptakan kontradiksi besar antara penguasa dengan rakyat jelata. Rakyat benar-benar berada dalam situasi yang sangat memprihatinkan, dan saya pikir mereka telah nyaris mencapai titik meledaknya emosi, yang bakal sulit untuk dikendalikan”.
Sejumlah besar video di Internet menunjukkan bahwa petugas komunitas yang mengenakan ban lengan merah di banyak tempat dengan mengatasnamakan petugas pencegah epidemi terus berpatroli dengan tongkat besar untuk memperlakukan warga dengan kejam. Bahkan para petugas polisi dan orang ber-APD menangkap warga di luar rumah yang tidak memakai masker.
Huang Jin Qiu, seorang awak media senior di daratan Tiongkok mengatakan: “Sekarang semua warga di Tiongkok tidak dapat bergerak sedikitpun karena pencegahan dan pengendalian epidemi, dan sulit untuk menjamin keselamatan hidup mereka. Hak-hak Anda bisa dirampas dengan mengatasnamakan pencegahan epidemi. Teman saya mengatakan bahwa gerakan pencegahan sekarang lebih mengerikan dan kejam dibandingkan dengan gerakan keluarga berencana. Karena gerakan keluarga berencana hanya ditujukan untuk kelompok orang yang sedang hamil. Tetapi gerakan pencegahan dan pengendalian epidemi ditujukan kepada semua warga sipil terkecuali pejabat tinggi”.
Huang Jin Qiu meminta pihak berwenang bertindak dengan berbelas kasihan, sesuai hukum dan memberikan rasa aman kepada rakyat. (ET/sin/sun)
Polisi Guiyang mengatakan: “Selama epidemi saat ini, kalian tidak menyesuaikan diri dengan kebijakan pencegahan epidemi, itu berarti kalian tidak menghormati para petugas pencegahan dan pengendalian epidemi. Sekarang saya memperingatkan kalian, ketika kalian membuka pintu untuk saya tadi, kalian sudah menunjukkan sikap tidak mau bekerja sama. ,,. Jongkok!”
Pada 11 September, di Distrik Pidu, Chengdu, seorang pria juga disemprot dengan air merica atau cabai oleh polisi karena tidak memakai masker.
Pada hari yang sama, seorang pemilik toko buah di Chengdu yang ingin memasukkan buah-buahan dalam tokonya ke dalam lemari pendingin untuk disimpan, tetapi pintu tokonya didobrak oleh beberapa anggota polisi lalu menyeret pemilik keluar dari toko buah dengan leher dijepit lengan polisi.
“Apakah saya sedang buka toko sekarang? Jika saya buka, kalian boleh menghancurkan toko saya”, kata pemilik toko buah itu.
Tong Yimin, seorang artis Tiongkok mengungkapkan bahwa di semua daerah Tiongkok sekarang telah menjadikan pencegahan epidemi sebagai gerakan politik.
“Gerakan ini telah menyakiti hati setiap warga sipil Tiongkok. Petugas polisi ini dan mereka yang mengenakan ban lengan berwarna merah adalah mesin kekerasan negara. Mereka ini melayani partai politik ini dan bekerja mati-matian demi gaji yang tidak seberapa. Namun tidak segan-segan untuk menyiksa rakyat jelata. Ini adalah perilaku yang sangat tidak manusiawi”, kata Tong Yimin.
Tong Yimin mengatakan bahwa lebih dari satu miliar penduduk Tiongkok sedang membayar untuk kebijakan Nol Kasus yang tidak rasional dari pemerintah pusat.
“Mungkin saja mereka juga sadar tentang perbuatan mereka yang sangat tidak rasional dan kejam itu adalah salah. Tapi itu tetap mereka lakukan karena bersikeras terhadap kebijakan yang mereka keluarkan. Jika mereka begitu saja mengakui kesalahannya, bisa jadi mereka akan kalah secara politik. Karena itu, demi kepentingan pribadi, mereka lalu tidak mau peduli lagi dengan hidup matinya rakyat jelata, memberlakukan rakyat jelata seperti itu”, katanya.
Epidemi virus komunis Tiongkok (COVID-19) telah berlangsung selama hampir tiga tahun, dan tidak sulit menemui petugas ber-APD, petugas polisi dan orang-orang yang mengenakan ban lengan berwarna merah atau orang-orang yang mengatasnamakan petugas pencegahan epidemi terlihat sedang menganiaya warga sipil. Khususnya, tes asam nukleat yang intensif dan antrean yang sangat panjang telah membuat banyak warga kehilangan kesabaran.
Seorang penumpang Stasiun Kereta Api Wenzhou yang menjalani tes asam nukleat mengatakan: “Saya melakukan asam nukleat 3 kali dalam 24 jam, yang benar-benar membuat saya frustrasi”.
Huang Ziyin, seorang wartawan lepas mengatakan bahwa kontradiksi yang timbul akibat pencegahan epidemi terus bertambah.
Huang Ziyin mengatakan: “Kebijakan Nol Kasus dan tes asam nukleat setiap hari yang tidak bisa ditawar-tawar membuat warga sipil tidak berkutik, warga sipil tidak dapat melakukan apa pun jika tidak melakukan tes. Hal ini telah menciptakan kontradiksi besar antara penguasa dengan rakyat jelata. Rakyat benar-benar berada dalam situasi yang sangat memprihatinkan, dan saya pikir mereka telah nyaris mencapai titik meledaknya emosi, yang bakal sulit untuk dikendalikan”.
Sejumlah besar video di Internet menunjukkan bahwa petugas komunitas yang mengenakan ban lengan merah di banyak tempat dengan mengatasnamakan petugas pencegah epidemi terus berpatroli dengan tongkat besar untuk memperlakukan warga dengan kejam. Bahkan para petugas polisi dan orang ber-APD menangkap warga di luar rumah yang tidak memakai masker.
Huang Jin Qiu, seorang awak media senior di daratan Tiongkok mengatakan: “Sekarang semua warga di Tiongkok tidak dapat bergerak sedikitpun karena pencegahan dan pengendalian epidemi, dan sulit untuk menjamin keselamatan hidup mereka. Hak-hak Anda bisa dirampas dengan mengatasnamakan pencegahan epidemi. Teman saya mengatakan bahwa gerakan pencegahan sekarang lebih mengerikan dan kejam dibandingkan dengan gerakan keluarga berencana. Karena gerakan keluarga berencana hanya ditujukan untuk kelompok orang yang sedang hamil. Tetapi gerakan pencegahan dan pengendalian epidemi ditujukan kepada semua warga sipil terkecuali pejabat tinggi”.
Huang Jin Qiu meminta pihak berwenang bertindak dengan berbelas kasihan, sesuai hukum dan memberikan rasa aman kepada rakyat. (ET/sin/sun)
0 comments