Mencuat Laporan Kematian Akibat Bencana Sekunder Penutupan Shanghai
Warga menghadapi perwakilan tentang pembukaan kompleks mereka di distrik Jing'an di Shanghai pada 25 Mei 2022. (AP Photo) |
SHANG YAN/LUO YA
Shanghai belum sepenuhnya mencabut lockdown. Warga Shanghai mengungkapkan bahwa kebijakan pengaturan ulang yang ketat telah menyebabkan bencana sekunder, dan banyak orang meninggal dunia. Insiden yang konyol juga terjadi saat tes COVID-19.
Pada Rabu (25/5), beredar sebuah video di internet yang mengatakan bahwa di Jiahai Yayuan, Kota Jiangqiao, Distrik Jiading, Shanghai, orang-orang tewas kelaparan dan menimbulkan bau kurang sedap. Personel pencegahan epidemi datang untuk membawa jenazah, sementara orang-orang tidak diizinkan untuk mengambil photo.
Video: “Jangan di foto, tidak berarti apa-apa.”
warga: “Di Syuting keluarga, kami tidak syuting?”
Anggota keluarga: “Saya yang video , kenapa tidak boleh di video?”
Orang-orang yang mengetahui masalah ini mengonfirmasi kepada wartawan bahwa beberapa orang meninggal dunia di komunitas tersebut, tetapi bukan karena kelaparan.
Seorang Reporter bertanya: “Apakah orang ini tidak ada sanak family, atau bagaimana situasinya?”
Seseorang yang akrab di komplek Jiahai Yayuan mengatakan orang itu berusia 60 tahun. Bercerai selama lebih dari sepuluh tahun, dan dia memiliki beberapa masalah mental. Orang tersebut adalah yang menolak untuk melakukan asam nukleat. Tahun lalu sudah begitu, dan ia telah menghubunginya sejak tahun ini.
Pria ini juga mengatakan pemimpin tim pembangun dan sukarelawan, semuanya sudah pernah mengunjunginya, dan telah mengirim kebutuhan hidup kepadanya. Dia telah menerima bahan baku sekali, tetapi dia jelas menolak untuk melakukan tes asam nukleat. Tapi masalahnya, warga merasa cukup aneh. Jika dia tidak melakukan asam nukleat, dia tidak akan terdaftar. Apakah akan diberitahukan kepada mereka yang tidak melakukannya? Orang ini tidak ada dalam daftar, dan ia tidak tahu mengapa.”
Warga Shanghai, Chen Hua (nama samaran) mengungkapkan, fenomena serupa terjadi di komunitasnya.
Chen Hua, seorang penduduk Shanghai mengungkapkan, ia melihatnya dengan mata kepala sendiri. Hari itu adalah 27 April lalu, dan ketua kelompok penduduk di komunitas mereka mengatakan bahwa orang tersebut selama berhari-hari tidak ada berita di rumahnya. lalu memanggil pembuka kunci, dan ia mengikutinya. Ketika pembuka kunci masuk. Dia telah berbaring di lantai selama beberapa hari, dan tidak ada yang peduli padanya. Dia masih bernapas, dan sesak napas. Warga kemudian membantu membaringkannya ke tempat tidur dan menelepon 120. Butuh lebih dari 5 jam, baru datang, dan panggilan 120 mengatakan bahwa orang tersebut sudah tidak dapat diselamatkan, dan nafasnya sangat lemah. Seharusnya diselamatkan, akan tetapi mereka tidak melakukannya. Kemudian setelah puluhan jam, sekitar jam empat pagi berikutnya, dia telah meninggal dunia. Mereka membawanya pergi dan dikremasi. Warga itu mengatakan, ia mengetahui seluruh prosesnya karena ia menyaksikan sendiri.
Chen Hua mengatakan bahwa tetangganya menderita berbagai penyakit dan biasanya dirawat oleh istrinya, tetapi istrinya dinyatakan positif COVID-19 beberapa hari lalu dan dibawa pergi untuk diisolasi.
Chen Hua menuturkan, jika Anda membawa dia, dan di rumahnya ada orang sakit yang perlu dirawat, kalian tidak peduli. Apakah Anda pikir itu bukan hal aneh? Ini adalah tetangga dekatnya, jadi sekarang ia memikirkan mereka, hatinya sangat sedih.
Ada juga seorang lelaki tua berusia 80-an di komunitas Chen Hua yang sayangnya juga meninggal dunia.
Chen Hua menuturkan, masih banyak orang yang meninggal dunia di komunitasnya. Ada keluarga lain di belakang rumahnya juga mengalami hal serupa. Seorang lelaki tua berusia 80-an ditinggalkan sendirian, dan putra serta cucunya dikarantina. Setelah kembali ke rumah, lelaki tua berusia 80-an juga telah meninggal dunia. Jadi muncul pertanyaan, orang tersebut meninggal karena sakit atau kelaparan? Sangat mungkin mereka meninggal karena kelaparan dan sakit. Jika mereka bersama dibawa ke tempat karantina, atau jika seseorang ditinggalkan di rumah untuk merawatnya , maka dia pasti tidak meninggal dunia.
Bencana sekunder serupa terjadi di banyak komunitas di Shanghai
Chen Hua mengatakan seorang anak berusia 15 tahun di komunitas temannya juga melompat dari gedung dan meninggal dunia. Dia dikurung sehingga menjadi gila. Karena ia mengatakan kepadanya bahwa situasi di komunitas sangat buruk, tetangganya meninggal dunia. Dia berkata bahwa tempat mereka juga sangat sengsara, juga ada yang meninggal dunia.
Orang dalam dari Jiahai Yayuan berkata: “Memang ada banyak kejadian serupa, ada yang bunuh diri melompat dari gedung, ada yang lain sebagainya? Ini memang fakta.”
Chen Hua juga mengungkapkan bahwa dua warga di komunitas tersebut yang ditest, ternyata positif COVID-19. Adapun pemeriksaan ulang keesokan harinya juga ditemukan negatif. Tapi tetangga kontak dekat mereka semua telah dibawa ke tempat karantina.
Chen Hua mengungkapkan, “Setelah tes tidak ada positif, jika tidak positif, tidak ada kontak dekat. Maka tidak masalah. Tetapi sampai sekarang masih tidak memperbolehkan mereka pulang ke rumah, mereka diisolasi lima hari baru diizinkan pulang. Ini sangat lucu, juga sangat menjengkelkan, semua berantakan. Terlalu banyak kejadian. Dan, sekarang Anda bahkan tidak dapat bertemu atau menghubungi departemen pemerintah.”
Menurut situs resmi pemerintah, komunitas tempat tinggal Chen Hua sekarang berada di “zona pencegahan” dengan kontrol paling longgar, dan penduduk dapat meninggalkan komunitas. Namun demikian, komite lingkungan tidak mengeluarkan dokumen perjalanan kepada warga.
Chen Hua menuturkan, lingkungannya masih tertutup dan terkendali, dan kontrolnya sangat ketat. Banyak komunitas di Shanghai sekarang telah mengumumkan zona pencegahan, yang longgar. Tetapi banyak komunitas, yang ia hubungi, pada dasarnya tidak terbuka. Mereka semua berbohong, dan menipu.”
Belum lama ini, pakar psikologi Profesor Peng Kaiping mengatakan dalam sebuah wawancara bahwa bencana kedua yang disebabkan oleh epidemi adalah diabetes, diikuti oleh kasus bunuh diri.
Beberapa netizen mengatakan bahwa pasien yang tidak dapat mencari perawatan medis tepat waktu, karena epidemi, atau mereka yang memiliki masalah kesehatan mental, juga menjadi korban. Seharusnya orang-orang tersebut harus dibantu bukannya mengabaikan atau bahkan menghalangi kebutuhan normal mereka, jika tidak semua kebijakan anti-epidemi akan kehilangan dukungan rakyat. (ET/hui/sun)
0 comments