Beijing Menjajaki Lagi Lockdown di Banyak Tempat, Entah Kapan Baru Normal Kembali
Orang-orang mengantre untuk tes asam nukleat COVID-19 selama putaran baru pengujian asam nukleat di tengah kebangkitan COVID-19 di Beijing, Tiongkok, pada 11 Mei 2022. (VCG/VCG via Getty Images) |
YU TING
Pihak berwenang ingin terus menerapkan lockdown agar Kebijakan Nol Kasus Infeksi yang dikehendaki Xi Jinping terwujud, tetapi Shanghai menghendaki pembebasan lockdown. Di bawah kebijakan yang saling kontradiktif ini, warga di banyak wilayah di Tiongkok terombang-ambing oleh penerapan lockdown dan bebas lockdown yang berulang kali. Kapan kegiatan masyarakat dan kehidupan normal dapat pulih seperti sedia kala, kini masih menjadi tanda tanya besar.
Sejak 1 Juni, otoritas Shanghai telah mengumumkan apa yang mereka sebut sebagai “pembebasan lockdown”, tetapi setelah virus COVID-19 kembali mewabah di beberapa komunitas, lockdown kembali diterapkan.
Warga jalan Shaanxi, Shanghai mengatakan: “Jalan-jalan diblok seperti sebuah kamp konsentrasi, Kebebasan warga sangat dibatasi, sedangkan para petugas ber-APD yang dipakai otoritas untuk mengawasi warga itu, tak lain adalah para pekerja sementara di masyarakat yang kewenangannya patut dipertanyakan”.
Pihak berwenang ingin terus menerapkan lockdown sedangkan Shanghai menghendaki pembebasan lockdown. Di bawah kebijakan yang saling kontradiktif ini, warga di banyak wilayah di Tiongkok terombang-ambing oleh penerapan lockdown dan bebas lockdown yang berulang kali. Pada 7 Juni, otoritas Shanghai mengumumkan bahwa karena 4 distrik di Shanghai diklasifikasikan sebagai area berisiko sedang, sehingga warga di sana harus menjalani pembatasan kegiatan masyarakat yang diatur oleh pihak berwenang. Padahal banyak warga masih belum pulih dari trauma lockdown sebelumnya.
Seorang pemuda Shanghai mengatakan: Kita sudah dikurung selama 3 bulan yang merasakan lewati hari seperti lewati tahun, hanya bisa berada dalam ruang dalam rumah yang sempit, sulit untuk bergerak”.
Murid SMA di Shanghai: “Mengharap (sekolah dimulai) tetapi juga cemas, cemas karena ujian kenaikan kelas”.
Karyawan di Shanghai juga mengatakan: “Urusan cukup banyak, bingung, entah harus mulai dari mana”.
Warga Kota Dandong, Provinsi Liaoning mengatakan: “Seluruh penduduk Kota Dandong sudah diblokir dalam rumah, tetapi tidak ada orang yang tahu”.
Pada saat yang sama, kota perbatasan Dandong di wilayah timur laut Tiongkok telah mengalami epidemi putaran kedua berturut-turut. Data infeksi yang sebenarnya tidak diketahui. Sejak Kota Dandong ditutup pada akhir bulan April, banyak penduduk telah terkurung dalam rumah selama lebih dari 40 hari.
Waega Dandong Mr. Jiang mengatakan: “Mereka (otoritas) lebih khawatir terhadap penyebaran warga daripada penyebaran epidemi. Mereka memilih mencegah orang ketimbang virus agar terbentuk pola stabil di Kongres Nasional ke-20 demi target yang dikehendaki. Selain itu, kesempatan ini juga dapat dimanfaatkan untuk menguji kepemimpinan daerah, sekaligus mengukur sejauh mana garis bawah perlawanan rakyat”.
‘Gerakan Tiongkok Bebas COVID-19’ bahkan telah memasuki Mongolia Dalam. Karena penyebaran epidemi baru-baru ini Kota Erenhot juga telah ditutup. Pihak berwenang telah menerapkan pembatasan kegiatan masyarakat untuk seluruh kota mulai 2 Juni.
Mrs. Yue, warga Distrik Xicheng, Erenhot mengatakan: “Kota sudah ditutup, toko tidak ada yang buka, bahkan keluar rumah pun tidak diizinkan. Wabah sudah menyebar ke seluruh Kota Erenhot, hanya saja penutupan kota tanpa pemberitahuan sebelumnya”.
Di tengah lockdown yang masih terus diterapkan di seluruh negeri, ibu kota Beijing secara tentatif telah memulai kembali pekerjaan dan produksi sejak hari Senin (6 Juni) dengan melonggarkan beberapa pembatasan, tetapi warga masih perlu menunjukkan bukti tes asam nukleat atau hasil negatif tes COVID-19 mereka agar lebih bebas bergerak. (ET/sin/sun)
0 comments