Omicron Merebak di Tianjin, Tiongkok, Warga Khawatir Terjadi Penutupan Kota Hingga Berebut Membeli Pasokan Makanan

Pada 9 Januari 2022, karena takut akan penutupan kota, warga Tianjin mulai berebutan berbelanja perbekalan, dan harga pun ikut naik. (Tangkapan layar video)

Baru-baru ini, wabah lokal Omicron terjadi di Tianjin, Tiongkok. Warga khawatir bakal terjadinya penutupan kota. Mereka juga mulai panik dan menimbun kebutuhan sehari-hari. Banyak pasar dan supermarket penuh sesak dengan orang-orang dengan antrean yang mengular, dan beberapa rak supermarket ludes diborong. Warga di komunitas yang di-lockdown terpaksa membeli sayuran melalui tembok yang tinggi.

LUO TINGTING

Saat merebaknya Omicron, Tianjin yang berpenduduk sekitar 14 juta jiwa menggelar test COVID-19 secara massal sejak 9 Januari 2022. Secara resmi terdapat 20 kasus baru yang dikonfirmasi ditambahkan pada hari itu. Karena Beijing kerap menutupi wabah tersebut, jumlah sebenarnya dari orang-orang yang terinfeksi di Tianjin mungkin jauh melebihi angka resmi.

Tianjin telah ditutup sepenuhnya sejak 8 Januari, dan lebih dari 75.000 orang telah dikarantina secara paksa. Pada 10 Januari, sebuah video yang diposting di Internet menunjukkan barisan bus mulai memasuki Distrik Jinnan, daerah berisiko tinggi epidemi, bersiap untuk menarik sejumlah besar warga untuk segera diisolasi.


Takut kota ditutup, warga Tianjin mulai beramai-ramai berbelanja persedian pada 9 Januari, dan harga juga naik. Video yang beredar menunjukkan, warga berbaris di depan banyak toko makanan segar di Distrik Jinnan untuk berbelanja. Di sebelah toko, ada banyak keranjang kosong dari makanan segar.

Beberapa cuplikan video menunjukkan bahwa supermarket penuh sesak dengan orang-orang. Banyak orang yang berebutan membeli sayuran, dan beberapa rak telah kosong. Bahkan, beberapa orang membeli sekarung sayuran, memanggulnya di pundak, dan berjalan keluar ke pasar. Kendaraan penuh dengan sayur-sayuran dan bahan makanan lainnya, dan bagasinya penuh dengan stok makanan sehingga tak bisa lagi ditutup. Lebih parah lagi, beberapa kardus perbekalan diletakkan di atas mobil.


Ada juga video yang menunjukkan bahwa dalam komunitas tertutup, warga berbaris di dalam pagar dan memberikan uang kepada penjual di luar pagar untuk membeli makanan melalui celah di antara pagar.

Beberapa netizen mengatakan: “Hari ini, pasar sangat ramai sehingga saya bahkan tidak bisa membeli sayuran pada jam 9:30. Saya membeli sekantong ubi jalar pada jam 11:00 dan pulang ke rumah. Dalam perjalanan, orang-orang bertanya di mana saya membeli.”


Menurut pemberitahuan yang dikeluarkan oleh Markas Pencegahan dan Pengendalian Epidemi Distrik Jinnan pada 8 Januari, Distrik Jinnan dibagi menjadi area kontrol tertutup, area kontrol manajemen, dan area pencegahan. Warga di kawasan tertutup tidak boleh keluar rumah. Setiap rumah tangga di kawasan kontrol bisa mengirim seorang keluar untuk membeli makanan setiap dua hari. Warga di kawasan pencegahan meminimalkan keluar rumah dan menjalani Test COVID-19 secara rutin.

Pada 9 Januari, penanggung jawab toko makanan segar di Yijia Garden, yang terletak di area tertutup mengatakan kepada Xiaoxiang Morning News, “menurut persyaratan pencegahan dan pengendalian epidemi, toko akan segera tutup, dan sekarang barang di toko pada dasarnya terjual habis, dan hanya sedikit kentang yang tersisa, kapan dibuka lagi, mereka harus mendengarkan pengaturan terpadu. ”

Orang dalam itu mengatakan, kebutuhan sehari-hari seperti gandum, minyak sayur, air minum dan tisu toilet pada dasarnya sudah habis terjual. Masih ada 13 bungkus beras di supermarket. Mereka simpan 3 bungkus untuk mreka sendiri, dan nanti akan habis terjual,” orang dalam berkata, “pengontrolan kini sangat ketat. Mereka menutup toko, dan ada yang ingin membeli hanya dapat dibagikan melalui jendela kecil, dan akan menjualnya dengan orang per orang.”


Menanggapi “gelombang pembelian” publik, Biro Perdagangan Kota Tianjin mengklaim bahwa pasar untuk kebutuhan sehari-hari di Tianjin cukup tersedia dan harga stabil, sehingga warga tidak perlu panik.

Namun demikian, pemerintah Xi’an selalu mengklaim bahwa persediaan pangan mencukupi, tetapi “kelaparan” dimulai tak lama setelah penutupan kota, dan orang-orang Tiongkok menjadi waspada saat dikejutkan.

Banyak orang di Xi’an tidak membeli cukup persediaan ketika kota ditutup karena mereka mendengarkan propaganda pemerintah.

Pada 27 Desember tahun lalu, pemerintah Xi’an meningkatkan kontrol dan semua warga dilarang keluar rumah untuk membeli pasokan. Sehingga mengakibatkan kekurangan makanan, dan sejumlah besar orang meminta bantuan secara online.

Wakil Perdana Menteri Sun Chunlan memeriksa sebuah komunitas di Tianjin beberapa hari yang lalu, dan beberapa orang berteriak di tempat, “Saya ingin makan!.”

Seorang media independen di Xi’an, Jiang Xue, baru-baru ini menerbitkan buku harian “Chang’an Ten Days” yang menarik perhatian publik. Artikel tersebut benar-benar merekam kehidupan sulit masyarakat setelah penutupan kota, serta keseriusan bencana sekunder yang disebabkan oleh tindakan pencegahan dan pengendalian yang ekstrim. Artikel ini sekarang telah diblokir di Tiongkok. (ET/hui/sun)

0 comments