Diplomasi Vaksin Komunis Tiongkok Gagal, Dinilai Sulit Mendapatkan Kepercayaan Total dari Negara-negara Asia Tenggara
Di negara-negara yang divaksinasi dengan vaksin buatan Komunis Tiongkok, situasi epidemi telah meningkat bukannya menurun. (Getty Images) |
LI YUN
Berlanjutnya wabah virus Komunis Tiongkok atau COVID-19, Beijing mendorong diplomasi vaksin di seluruh dunia, tetapi vaksin buatannya tak hanya tidak dipercaya oleh negara-negara Barat, tetapi turut terbentur di Asia Tenggara
Laporan VOA News pada 2 Juli 2021 mengutip para analis yang mengatakan, meskipun Komunis Tiongkok berada di garis depan negara-negara Eropa dan AS dalam mengisi lowongnya vaksin di negara-negara Asia Tenggara. Keuntungan yang didapatkan belum berubah dalam bentuk sepenuhnya “kekuatan lunak” kepada Komunis Tiongkok. Pasalnya, masih ada lebih banyak ruang untuk mendukung penanggulangan melawan epidemi di Asia Tenggara. Sedangkan keuntungan Komunis Tiongkok akan segera berkurang.
Indonesia adalah negara yang paling banyak membeli vaksin buatan Tiongkok di antara negara-negara lainnya di Asia Tenggara. Selain itu, juga memiliki jumlah kematian terkonfirmasi tertinggi dan tingkat infeksi tertinggi di Asia Tenggara.
Saat ini, Indonesia telah memesan 125 juta dosis vaksin dari Tiongkok. Di antara sekitar 160.000 staf medis Indonesia, sekitar 90% telah disuntik dengan vaksin Sinovac.
Baru-baru ini, Ikatan Dokter Indonesia menyatakan bahwa di antara 26 dokter Indonesia yang meninggal dunia karena terdiagnosis pada Juni lalu. Setidaknya 10 diantaranya telah divaksinasi dengan Vaksin buatan Tiongkok dan telah menerima dua dosis.
Ini semakin meningkatkan kekhawatiran tentang efektivitas vaksin buatan Tiongkok. Beberapa pakar kesehatan telah mempertimbangkan apakah akan memberikan kepada staf medis di garis depan dengan dosis tambahan.
Kamboja dan Laos juga merupakan negara yang menerima sumbangan vaksin gratis paling banyak dari Komunis Tiongkok di dunia. Di antara mereka, Komunis Tiongkok menyumbangkan 2,2 juta dosis vaksin ke Kamboja dan 1,9 juta dosis ke Laos. Kedua negara ini terutama bergantung pada vaksin Komunis Tiongkok.
Filipina, Malaysia, Thailand, bahkan Brunei juga mengandalkan vaksin Komunis Tiongkok, namun demikian tidak dominan. Pemerintah Filipina telah menandatangani kontrak penyediaan 25 juta dosis vaksin dengan sinovac, kedua setelah Indonesia dalam hal kuantitas.
Namun demikian, jajak pendapat yang dilakukan oleh OCTA research di awal tahun oleh Universitas Filipina menunjukkan bahwa, hanya 13% responden yang percaya pada vaksin dari Tiongkok, sementara 41% lebih menyukai vaksin dari Amerika Serikat.
Partai oposisi Thailand mengkritik pemerintah karena memesan vaksin Komunis Tiongkok
Thailand memesan 18,6 juta dosis vaksin sinovac dan juga menerima sumbangan 1 juta dosis. Namun demikian, ekspektasi Thailand terhadap vaksin Komunis Tiongkok tidak tinggi. Pasalnya, vaksin paling populer di kalangan masyarakat adalah vaksin Pfizer dan Modena dari Amerika Serikat.
Menurut berita media sosial Thailand, selebriti dan orang-orang kaya Thailand rela melancong ke luar negeri untuk mendapatkan suntikan vaksin Modena dan Pfizer.
Partai oposisi Thailand mengkritik pemerintah pada bulan Maret lalu, dikarenakan masih memesan vaksin dari Komunis Tiongkok, meskipun mereka mengetahui ada masalah dengan vaksin Komunis Tiongkok.
Pada Mei tahun ini, 26 anggota dan staf dari Tim Nasional Bola Voli Wanita Thailand didiagnosis dengan terinfeksi. Sebelumnya mereka semua telah divaksinasi dengan vaksin sinovac.
Malaysia telah memesan 15,5 juta dosis vaksin Tiongkok termasuk sinovac, Sinopharm dan Cansino. Namun demikian, jumlah total vaksin yang dipesan dari AstraZeneca, Pfizer dan Satellite 5, jauh melebihi jumlah total vaksin Tiongkok yang berjumlah 64 juta dosis.
Brunei Darussalam memesan 52.000 dosis vaksin dari Tiongkok, tetapi memesan lebih banyak dari Pfizer, Modena dan Novavax.
Myanmar menerima 500.000 dosis vaksin dari Tiongkok pada Mei, sementara India telah menyumbangkan 1,5 juta dosis vaksin corona baru ke Myanmar pada Januari lalu.
Di antara negara-negara Asia Tenggara, Vietnam adalah yang paling enggan memilih vaksin buatan Komunis Tiongkok. Baru kemudian pada 4 Juni, Vietnam menyetujui vaksin Corona baru yang diproduksi oleh China National Pharmaceutical Group untuk penggunaan darurat di Vietnam. Sebelumnya, Vietnam hanya mengecualikan vaksin Komunis Tiongkok.
Vietnam berharap dapat menyediakan vaksin dan mencapai imunisasi universal melalui Mekanisme Jaminan Vaksin (COVAX), produsen vaksin dari negara lain. Selain itu, memperkuat penelitian dan teknologi produksi dalam negeri. Tingkat vaksinasi saat ini di Vietnam sangat rendah, hanya 1%.
Negara-negara Asia Tenggara khawatir tentang keamanan vaksin Tiongkok
Khairulanwar Zaini, Research Officer di ISEAS – Yusof Ishak Institute di Singapura, mengatakan dalam email ke Voice of America bahwa Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya masih khawatir keamanan terhadap vaksin Tiongkok.
Dia mengatakan bahwa di Indonesia, selain muncul kekhawatiran tentang keamanan vaksin itu sendiri, penentangan terhadap vaksin Tiongkok memiliki alasan agama, dan bahkan anti-Tiongkok. Di Vietnam, ada kekhawatiran geopolitik yang lebih luas yang mengandalkan Komunis Tiongkok.
Zaini mengatakan bahwa ketidakpercayaan negara-negara Asia Tenggara terhadap Komunis Tiongkok, terutama berasal dari perilaku kuat Komunis Tiongkok di Laut Cina Selatan. Pendekatan naratif Komunis Tiongkok terhadap diplomasi vaksin dan “diplomasi perang serigala” Komunis Tiongkok, juga telah merusak diplomasi vaksin Tiongkok.
Zaini mengatakan, bahwa bahasa kontroversial dari pejabat Komunis Tiongkok, hanya akan membuat dunia luar berpikir bahwa “arogansi dan kemunafikan” Komunis Tiongkok. Bahkan, penyalahgunaannya terhadap negara-negara Barat, membuat orang-orang merasa bahwa Komunis Tiongkok peduli dengan pion politik. Sehingga memperlakukan negara-negara berkembang hanya untuk tujuan geopolitik semata.
Aspek lain yang merusak soft power Komunis Tiongkok adalah ‘market mood’ dari Komunis Tiongkok itu sendiri.
Zaini mengatakan bahwa, meskipun negara-negara Asia Tenggara belum memahami “diplomasi perang serigala” Komunis Tiongkok, mereka dengan jelas menyaksikan bagaimana Beijing menghukum negara yang tidak konsisten dengan Komunis Tiongkok. Ketika komunis Tiongkok dapat memberikan vaksin pada hari ini, bisa jadi mungkin akan menjatuhkan hukuman esoknya.
Gara-gara pemerintah Australia mengusulkan untuk melakukan penyelidikan internasional independen terhadap asal usul virus Komunis Tiongkok, Komunis Tiongkok kemudian memberlakukan sanksi perdagangan dan ekonomi terhadap Australia.
Zaini mengatakan para pemimpin negara-negara Asia Tenggara tentu akan mengingatnya.
Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong menyatakan, sikapnya terhadap arbitrase Laut Cina Selatan pada tahun 2016 dan memihak kepada negara-negara Barat. Akibatnya, rezim Tiongkok tidak mengundang Lee Hsien Loong untuk berpartisipasi dalam Belt and Road Conference pada akhir tahun 2017.
Pada tahun yang sama, Komunis Tiongkok juga meminta Bea Cukai Hong Kong untuk menahan 9 kendaraan lapis baja yang dikirim kembali dari Taiwan oleh Singapura. Akibatnya, tak diloloskan sampai dua bulan kemudian.
Pakar: Negara-negara Asia Tenggara umumnya muak dengan Komunis Tiongkok
Gregory Poling, pakar keamanan maritim di Pusat Studi Strategis dan Internasional, mengatakan bahwa meskipun tidak jelas apakah diplomasi vaksin Komunis Tiongkok memainkan peran di Asia Tenggara, satu hal yang jelas adalah sumbangan Komunis Tiongkok berupa pakaian pelindung, masker, dan bantuan medis lainnya ke Asia Tenggara pada tahun lalu, kini tidak terlihat hasilnya. Sebaliknya, negara-negara Asia Tenggara umumnya muak dengan Komunis Tiongkok, terutama Filipina.
Gregory Poling menuturkan, pemboman nasionalistik Komunis Tiongkok dan diplomasi perang-serigala telah menakuti negara-negara Asia Tenggara. Apalagi, bantuan Komunis Tiongkok bukan tanpa syarat. Selalu ada kondisi yang tidak dapat dijelaskan di sana, mungkin Anda diminta untuk tetap diam tentang masalah Hong Kong, Xinjiang, atau Laut Cina Selatan. Sumbangan Komunis Tiongkok selalu dikaitkan dengan foto-foto media, juga membuat masyarakat merasa bahwa sumbangan Komunis Tiongkok memiliki tujuan, hingga selalu dikaitkan dengan transaksi.
Zaini percaya bahwa kekuatan keras Komunis Tiongkok di Laut Cina Selatan secara fundamental, telah melukai kekuatan lunak Komunis Tiongkok. Apalagi, sikap negara-negara Asia Tenggara saat ini banyak berkaitan dengan tindakan Komunis Tiongkok di Laut Cina Selatan. Bahkan selama epidemi, Komunis Tiongkok tidak melemahkan operasinya di Laut Cina Selatan. Justru semakin agresif. Oleh karena itu, sulit bagi Komunis Tiongkok untuk memenangkan kepercayaan di kawasan hanya dengan vaksin. (ET/hui/sun)
0 comments