Apakah Varian Lambda yang Mutasinya Abnormal Lebih Menular daripada Varian Delta ?
Pada 19 Februari 2021, lebih dari 200 orang sedang mengantre untuk mengisi tabung oksigen di luar sebuah pabrik oksigen di Kota Lima, Peru. (Gian Masko/AFP/Getty Images) |
Pada Kamis 1 Juli, Monica Acevedo dan rekan-rekannya menyimpulkan dalam makalah pracetak yang menunggu untuk ditinjau oleh rekan sejawat bahwa varian Lambda, lebih menular daripada Gamma dan Alpha. Varian Lambda dapat menghindari antibodi yang dihasilkan oleh vaksinasi. Kesimpulan mereka: “Informasi kami menunjukkan untuk pertama kalinya bahwa mutasi terbaru pada protein lonjakan varian Lambda dapat menghindari antibodi penawar dan meningkatkan infektivitas".
LI ZHAOXI
Munculnya virus varian Delta yang merupakan mutasi dari virus komunis Tiongkok (COVID-19), varian Lambda juga menarik perhatian kalangan medis dunia. Varian Lambda memiliki kombinasi mutasi abnormal yang membingungkan para ilmuwan dalam penelitiannya, dan membuat para pejabat Amerika Latin khawatir.
Varian Lambda yang sebelumnya dikenal sebagai C.37 pada waktu pertama kali ditemukan di Peru pada Desember 2020, sejak itu menyebar ke 27 negara termasuk Inggris. Pada bulan lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkannya sebagai varian virus yang perlu diteliti.
WHO memperingatkan bahwa varian Lambda mungkin memiliki daya penularan lebih tinggi daripada varian Delta.
Pablo Tsukayama, Profesor Mikrobiologi molekuler dari Cayetano Heredia University, Peru mengatakan bahwa, ketika tenaga medis untuk pertama kalinya menemukan varian ini pada Desember tahun lalu, ternyata ada 1 dari setiap 200 sampel yang terkumpul mengandung varian Lambda.
“Namun, hingga bulan Maret tahun ini, varian Lambda sudah menyumbang sekitar 50% dari sampel COVID-19 di Kota Lima, dan sekarang menyumbang sekitar 80%, yang mungkin menunjukkan bahwa penyebarannya lebih besar daripada varian lain”, kata Dr. Pablo Tsukayama.
Menurut data WHO, ada 82% orang yang terinfeksi virus komunis Tiongkok di Kota Peru baru-baru ini disebabkan oleh varian Lambda. Sedangkan tingkat kematian karena terinfeksi virus komunis Tiongkok di Peru adalah yang tertinggi di dunia.
Di negara tetangganya Chili, varian Lambda menyebabkan hampir sepertiga dari kasus yang terjadi di negara itu. Tetapi, banyak ahli tidak setuju dengan pernyataan bahwa Lambda lebih ofensif daripada varian lainnya, dan mereka mengatakan bahwa hal itu perlu diteliti lebih lanjut sebelum mencapai kesimpulan.
Monica Acevedo dari Universitas Santiago di Chili bersama rekan-rekannya, mengumpulkan sampel darah dari staf medis lokal yang menerima dua dosis vaksin CoronaVac buatan Tiongkok untuk mempelajari efek Lambda pada infektivitas virus.
Pada Kamis 1 Juli, Monica Acevedo dan rekan-rekannya menyimpulkan dalam makalah pracetak yang menunggu untuk ditinjau oleh rekan sejawat bahwa varian Lambda, lebih menular daripada Gamma dan Alpha.
Selain itu, varian Lambda dapat menghindari antibodi yang dihasilkan oleh vaksinasi. “Informasi kami menunjukkan untuk pertama kalinya bahwa mutasi terbaru pada protein lonjakan varian Lambda dapat menghindari antibodi penawar dan meningkatkan infektivitas”, demikian kesimpulan mereka.
Pekan lalu, Inggris melaporkan ada 6 kasus infeksi karena varian Lambda. Otoritas kesehatan negara itu mengklasifikasikannya sebagai varian yang sedang dalam penelitian, tetapi tidak ada informasi tentang penularan dan gejalanya.
Jeff Barrett, direktur proyek genomik COVID-19 di Wellcome Sanger Institute, Inggris mengatakan, bahwa pengujian terhadap virulensi dari varian Lambda menjadi sulit, salah satu alasannya adalah mutasi varian Lambda lebih abnormal jika dibandingkan dengan varian lainnya.
Jeff Barrett menambahkan bahwa karena kurangnya layanan pengurutan gen di Amerika Latin, sehingga agak sulit untuk mengetahui secara pasti sejauh mana varian Lambda telah berkontribusi pada perkembangan epidemi di wilayah tersebut.
Amerika Latin adalah wilayah yang paling parah terkena dampak virus komunis Tiongkok di dunia. Populasi wilayah ini hanya menyumbang 8% dari populasi global, tetapi kasus virus komunis Tiongkok telah mencapai 20% populasi. Dalam beberapa pekan terakhir, jumlah kasus baru di Kolombia, Paraguay, dan Uruguay mengalami lonjakan secara drastis. (ET/Hui/sun)
Munculnya virus varian Delta yang merupakan mutasi dari virus komunis Tiongkok (COVID-19), varian Lambda juga menarik perhatian kalangan medis dunia. Varian Lambda memiliki kombinasi mutasi abnormal yang membingungkan para ilmuwan dalam penelitiannya, dan membuat para pejabat Amerika Latin khawatir.
Varian Lambda yang sebelumnya dikenal sebagai C.37 pada waktu pertama kali ditemukan di Peru pada Desember 2020, sejak itu menyebar ke 27 negara termasuk Inggris. Pada bulan lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkannya sebagai varian virus yang perlu diteliti.
WHO memperingatkan bahwa varian Lambda mungkin memiliki daya penularan lebih tinggi daripada varian Delta.
Pablo Tsukayama, Profesor Mikrobiologi molekuler dari Cayetano Heredia University, Peru mengatakan bahwa, ketika tenaga medis untuk pertama kalinya menemukan varian ini pada Desember tahun lalu, ternyata ada 1 dari setiap 200 sampel yang terkumpul mengandung varian Lambda.
“Namun, hingga bulan Maret tahun ini, varian Lambda sudah menyumbang sekitar 50% dari sampel COVID-19 di Kota Lima, dan sekarang menyumbang sekitar 80%, yang mungkin menunjukkan bahwa penyebarannya lebih besar daripada varian lain”, kata Dr. Pablo Tsukayama.
Menurut data WHO, ada 82% orang yang terinfeksi virus komunis Tiongkok di Kota Peru baru-baru ini disebabkan oleh varian Lambda. Sedangkan tingkat kematian karena terinfeksi virus komunis Tiongkok di Peru adalah yang tertinggi di dunia.
Di negara tetangganya Chili, varian Lambda menyebabkan hampir sepertiga dari kasus yang terjadi di negara itu. Tetapi, banyak ahli tidak setuju dengan pernyataan bahwa Lambda lebih ofensif daripada varian lainnya, dan mereka mengatakan bahwa hal itu perlu diteliti lebih lanjut sebelum mencapai kesimpulan.
Monica Acevedo dari Universitas Santiago di Chili bersama rekan-rekannya, mengumpulkan sampel darah dari staf medis lokal yang menerima dua dosis vaksin CoronaVac buatan Tiongkok untuk mempelajari efek Lambda pada infektivitas virus.
Pada Kamis 1 Juli, Monica Acevedo dan rekan-rekannya menyimpulkan dalam makalah pracetak yang menunggu untuk ditinjau oleh rekan sejawat bahwa varian Lambda, lebih menular daripada Gamma dan Alpha.
Selain itu, varian Lambda dapat menghindari antibodi yang dihasilkan oleh vaksinasi. “Informasi kami menunjukkan untuk pertama kalinya bahwa mutasi terbaru pada protein lonjakan varian Lambda dapat menghindari antibodi penawar dan meningkatkan infektivitas”, demikian kesimpulan mereka.
Pekan lalu, Inggris melaporkan ada 6 kasus infeksi karena varian Lambda. Otoritas kesehatan negara itu mengklasifikasikannya sebagai varian yang sedang dalam penelitian, tetapi tidak ada informasi tentang penularan dan gejalanya.
Jeff Barrett, direktur proyek genomik COVID-19 di Wellcome Sanger Institute, Inggris mengatakan, bahwa pengujian terhadap virulensi dari varian Lambda menjadi sulit, salah satu alasannya adalah mutasi varian Lambda lebih abnormal jika dibandingkan dengan varian lainnya.
Jeff Barrett menambahkan bahwa karena kurangnya layanan pengurutan gen di Amerika Latin, sehingga agak sulit untuk mengetahui secara pasti sejauh mana varian Lambda telah berkontribusi pada perkembangan epidemi di wilayah tersebut.
Amerika Latin adalah wilayah yang paling parah terkena dampak virus komunis Tiongkok di dunia. Populasi wilayah ini hanya menyumbang 8% dari populasi global, tetapi kasus virus komunis Tiongkok telah mencapai 20% populasi. Dalam beberapa pekan terakhir, jumlah kasus baru di Kolombia, Paraguay, dan Uruguay mengalami lonjakan secara drastis. (ET/Hui/sun)
0 comments