Komunis Tiongkok Menampar Muka Sendiri, Ditemukan Fakta Memalsukan Nilai Polusi
Pada tanggal 15 Maret, Beijing diselimuti oleh pasir kuning, dan polusi udara telah mencapai tingkat polusi yang serius. (WANG ZHAO / AFP melalui Getty Images) |
XU JIAN
Sehari sebelum Xi Jinping berpartisipasi dalam KTT online tentang Iklim Global dimana ia ingin mencoba memperluas pengaruh internasionalnya, yakni 21 April, lembaga penelitian ilmiah Amerika Serikat menerbitkan sebuah artikel yang mengungkap bahwa angka polusi udara yang dilaporkan resmi oleh pihak berwenang komunis Tiongkok, dicurigai tidak benar alias sebagai hasil manipulasi angka. Orang luar berpendapat bahwa hal ini membuat kartu “diplomat iklim” yang sedang dipegang tangan Xi Jinping menjadi mati fungsi.
Fox News melaporkan bahwa menurut studi baru yang dilakukan bersama oleh para peneliti dari Universitas Harvard dan Universitas Boston, data polusi udara komunis Tiongkok besar kemungkinannya merupakan hasil manipulasi dari pejabat lokal mereka.
Studi tersebut menemukan bahwa, terjadi perbedaan yang sangat signifikan antara data stasiun pemantauan resmi polusi yang disediakan oleh lima kota yakni Beijing, Shenyang, Shanghai, Guangzhou dan Chengdu di Tiongkok dengan data yang dikumpulkan oleh Kedutaan Besar AS di Tiongkok.
Jesse Turiel dari Universitas Harvard dan Robert Kaufmann dari Universitas Boston, telah melakukan penelitian terhadap ukuran PM2.5 dari kota-kota di daratan Tiongkok yang dicatat oleh pemerintah setempat dengan kedutaan besar AS antara Januari 2015 hingga pertengahan Juni 2017.
PM2.5 ini dianggap sebagai partikulat yang berhubungan dengan kanker paru-paru, asma dan penyakit jantung.
Kedua peneliti menemukan bahwa ketika udara di kota-kota tersebut sangat tercemar, akan terjadi ketidaksesuaian angka deteksi antara catatan pejabat resmi dengan catatan kedutaan AS.
Ini menunjukkan bahwa “ketika kualitas udara lokal buruk, stasiun pemantauan setempat yang dikendalikan oleh pemerintah komunis Tiongkok, akan melaporkan angka polusi yang sengaja diturunkan”.
Laporan tersebut dikeluarkan pada hari Rabu bertepatan Peringatan Hari Bumi. Dan, keesokan harinya Sekjen Partai Komunis Tiongkok Xi Jinping menghadiri KTT iklim Presiden Biden. Media corong pemerintah komunis Tiongkok, Xinhua mengklaim bahwa Xi Jinping akan berpartisipasi dalam KTT online dan menyampaikan pidato penting.
Pada tahun 2011, Beijing mendapat protes keras dari publik karena pendeteksian kualita udara yang dilakukan Kementerian Perlindungan Lingkungan Tiongkok, hanya mencakup pemantauan partikel dengan diameter maksimal 10 mikron. Yang mana, lebih kecil dari 10 mikron sengaja tidak dicatat, sehingga mampu menyembunyikan situasi sebenarnya dari masalah kualitas udara daratan Tiongkok.
Di tengah protes tersebut, Kementerian Perlindungan Lingkungan, baru menerbitkan “Standar Kualitas Udara Sekitar” yang direvisi pada 30 Desember 2011, dan sejak saat itu PM2.5 secara resmi dimasukkan dalam cakupan pemantauan kualitas udara lingkungan di daratan Tiongkok, dan mendirikan stasiun pemantauan kualitas udara PM2.5 di beberapa daerah.
Namun demikian, laporan baru dari Universitas Harvard dan Universitas Boston ini, menemukan bahwa meskipun pemerintah komunis Tiongkok berkomitmen untuk melakukan perubahan, termasuk mewajibkan setiap kota melaporkan angka polusi setiap jam, tetapi para pejabatnya masih saja melakukan manipulasi data.
Disebutkan dalam laporan, bahwa data yang dimanipulasi itu menggunakan teknik yang “semakin canggih dan sulit dideteksi”. Dulu, pejabat komunis Tiongkok memalsukan data di sekitar nilai tertentu. Sekarang, pejabat secara artifisial menurunkan angka tersebut ketika konsentrasi polusi sedang tinggi.
Kesimpulan dari penelitian menyebutkan bahwa, alasan mengapa pejabat lokal komunis Tiongkok berusaha membuat angka polusi tidak tinggi, adalah untuk mempertahankan jabatan mereka.
Namun, ini berkaitan dengan praktik pemerintah Beijing. Misalnya, tidak adil pemerintah pusat seenaknya mengalihkan tekanan dan tanggung jawab pengendalian polusi kepada pejabat lokal. Tentunya, dengan tanpa memberikan lebih banyak sumber daya atau dukungan keuangan. Tetapi, justru meningkatkan hukuman bagi pejabat di kota-kota yang berpolusi berat.
Akhirnya para pejabat lokal yang di bawah tekanan, terpaksa melaporkan angka polusi yang “bagus” kepada pusat. Bahkan ada pejabat yang berkolusi dengan pejabat lokal lainnya untuk memanipulasi data.
Mengingat penipuan kelembagaan ini, pengamat eksternal dan publik seringkali sangat skeptis tentang data resmi polusi udara yang dipublikasikan oleh pemerintah komunis Tiongkok. Demikian ditulis dalam laporan tersebut. (ET/sin/sun)
Sehari sebelum Xi Jinping berpartisipasi dalam KTT online tentang Iklim Global dimana ia ingin mencoba memperluas pengaruh internasionalnya, yakni 21 April, lembaga penelitian ilmiah Amerika Serikat menerbitkan sebuah artikel yang mengungkap bahwa angka polusi udara yang dilaporkan resmi oleh pihak berwenang komunis Tiongkok, dicurigai tidak benar alias sebagai hasil manipulasi angka. Orang luar berpendapat bahwa hal ini membuat kartu “diplomat iklim” yang sedang dipegang tangan Xi Jinping menjadi mati fungsi.
Fox News melaporkan bahwa menurut studi baru yang dilakukan bersama oleh para peneliti dari Universitas Harvard dan Universitas Boston, data polusi udara komunis Tiongkok besar kemungkinannya merupakan hasil manipulasi dari pejabat lokal mereka.
Studi tersebut menemukan bahwa, terjadi perbedaan yang sangat signifikan antara data stasiun pemantauan resmi polusi yang disediakan oleh lima kota yakni Beijing, Shenyang, Shanghai, Guangzhou dan Chengdu di Tiongkok dengan data yang dikumpulkan oleh Kedutaan Besar AS di Tiongkok.
Jesse Turiel dari Universitas Harvard dan Robert Kaufmann dari Universitas Boston, telah melakukan penelitian terhadap ukuran PM2.5 dari kota-kota di daratan Tiongkok yang dicatat oleh pemerintah setempat dengan kedutaan besar AS antara Januari 2015 hingga pertengahan Juni 2017.
PM2.5 ini dianggap sebagai partikulat yang berhubungan dengan kanker paru-paru, asma dan penyakit jantung.
Kedua peneliti menemukan bahwa ketika udara di kota-kota tersebut sangat tercemar, akan terjadi ketidaksesuaian angka deteksi antara catatan pejabat resmi dengan catatan kedutaan AS.
Ini menunjukkan bahwa “ketika kualitas udara lokal buruk, stasiun pemantauan setempat yang dikendalikan oleh pemerintah komunis Tiongkok, akan melaporkan angka polusi yang sengaja diturunkan”.
Laporan tersebut dikeluarkan pada hari Rabu bertepatan Peringatan Hari Bumi. Dan, keesokan harinya Sekjen Partai Komunis Tiongkok Xi Jinping menghadiri KTT iklim Presiden Biden. Media corong pemerintah komunis Tiongkok, Xinhua mengklaim bahwa Xi Jinping akan berpartisipasi dalam KTT online dan menyampaikan pidato penting.
Pada tahun 2011, Beijing mendapat protes keras dari publik karena pendeteksian kualita udara yang dilakukan Kementerian Perlindungan Lingkungan Tiongkok, hanya mencakup pemantauan partikel dengan diameter maksimal 10 mikron. Yang mana, lebih kecil dari 10 mikron sengaja tidak dicatat, sehingga mampu menyembunyikan situasi sebenarnya dari masalah kualitas udara daratan Tiongkok.
Di tengah protes tersebut, Kementerian Perlindungan Lingkungan, baru menerbitkan “Standar Kualitas Udara Sekitar” yang direvisi pada 30 Desember 2011, dan sejak saat itu PM2.5 secara resmi dimasukkan dalam cakupan pemantauan kualitas udara lingkungan di daratan Tiongkok, dan mendirikan stasiun pemantauan kualitas udara PM2.5 di beberapa daerah.
Namun demikian, laporan baru dari Universitas Harvard dan Universitas Boston ini, menemukan bahwa meskipun pemerintah komunis Tiongkok berkomitmen untuk melakukan perubahan, termasuk mewajibkan setiap kota melaporkan angka polusi setiap jam, tetapi para pejabatnya masih saja melakukan manipulasi data.
Disebutkan dalam laporan, bahwa data yang dimanipulasi itu menggunakan teknik yang “semakin canggih dan sulit dideteksi”. Dulu, pejabat komunis Tiongkok memalsukan data di sekitar nilai tertentu. Sekarang, pejabat secara artifisial menurunkan angka tersebut ketika konsentrasi polusi sedang tinggi.
Kesimpulan dari penelitian menyebutkan bahwa, alasan mengapa pejabat lokal komunis Tiongkok berusaha membuat angka polusi tidak tinggi, adalah untuk mempertahankan jabatan mereka.
Namun, ini berkaitan dengan praktik pemerintah Beijing. Misalnya, tidak adil pemerintah pusat seenaknya mengalihkan tekanan dan tanggung jawab pengendalian polusi kepada pejabat lokal. Tentunya, dengan tanpa memberikan lebih banyak sumber daya atau dukungan keuangan. Tetapi, justru meningkatkan hukuman bagi pejabat di kota-kota yang berpolusi berat.
Akhirnya para pejabat lokal yang di bawah tekanan, terpaksa melaporkan angka polusi yang “bagus” kepada pusat. Bahkan ada pejabat yang berkolusi dengan pejabat lokal lainnya untuk memanipulasi data.
Mengingat penipuan kelembagaan ini, pengamat eksternal dan publik seringkali sangat skeptis tentang data resmi polusi udara yang dipublikasikan oleh pemerintah komunis Tiongkok. Demikian ditulis dalam laporan tersebut. (ET/sin/sun)
0 comments