Diplomasi Vaksin Komunis Tiongkok Kembali Terpukul, Tingkat Efektivitas dan Keamanan Hanya Berkisar 10~30 Persen
Gambar ilustrasi pengembangan vaksin untuk virus komunis Tiongkok. (Pixabay) |
LIU MINGHUAN
Efektivitas dan keamanan vaksin virus COVID-19 yang dikembangkan oleh perusahaan pharmasi di daratan Tiongkok terus disangsikan oleh komunitas dunia. Baru-baru ini, tersiar berita bahwa dari 44 juta dosis vaksin CoronaVac yang dikembangkan oleh perusahaan biofarmasi Tiongkok, Sinovac yang disebarkan ke dunia, telah menyebabkan 56 kasus kematian setelah vaksinasi. Sedangkan tingkat efektif uji klinis tahap ketiga di Peru dari dua vaksin COVID-19 yang dikembangkan oleh Sinopharm Group hanya sebesar 33% dan 11,5%.
Menurut laporan media ‘Central News Agency’, pada (8/3) Departemen Kesehatan Hongkong mengungkapkan bahwa dari 44 juta dosis vaksin CoronaVac yang dikembangkan oleh perusahaan biofarmasi Tiongkok, Sinovac yang disebarkan ke dunia, telah menyebabkan 56 kasus kematian setelah vaksinasi, termasuk 3 kasusnya yang terjadi di Hongkong.
Jumlah 56 kasus di atas berasal dari notifikasi yang diterima oleh Sinovac. Namun, Departemen Kesehatan Hongkong menyatakan bahwa setelah evaluasi, disebutkan bahwa kematian tersebut tidak terkait dengan vaksinasi.
Chen Lingfeng, asisten direktur Departemen Kesehatan Hongkong mengatakan bahwa data yang diserahkan oleh Sinovac menunjukkan bahwa usia dari 56 orang yang meninggal ini antara 26 hingga 103 tahun. 20 diantaranya melibatkan penyakit kardiovaskular dan mereka berusia antara 50 hingga 98 tahun.
Menurut statistik, dari 26 Februari hingga 8 Maret ada total 1.003.800 orang warga Hongkong yang menerima vaksin dosis pertama.
Di antara mereka, hanya sekitar 2.100 orang yang disuntik dengan vaksin mRNA yang dikembangkan bersama oleh China Fosun Group dengan BioNTech Jerman. Yang lain disuntik dengan vaksin buatan Sinovac. Hingga (7/3), tercatat 64% dari penerima vaksinasi adalah orang yang berusia di atas 60 tahun.
Menurut informasi publik, vaksin yang dikembangkan oleh Sinovac kini telah mendapat otorisasi untuk penggunaan darurat dari pihak berwenang dari Tiongkok dan Hong Kong, 15 negara termasuk Indonesia, Turki, Malaysia, Brasil, Chili, Meksiko dan lainnya.
Radio Free Asia melaporkan bahwa Ernesto Bustamante, ahli mikrobiologi Peru dan mantan direktur Institut Kesehatan Nasional Peru mengatakan dalam sebuah acara TV lokal bahwa hasil uji klinis tahap ketiga dari vaksin yang dikembangkan oleh Institut Biologi Wuhan yang dilakukan di Peru menunjukkan tingkat efektifnya hanya mencapai 33%.
Ernesto Bustamante menunjukkan bahwa hasil uji klinis tahap ketiga dari vaksin virus yang dikembangkan oleh Sinopharm Beijing yang juga dilakukan di Peru menunjukkan tingkat efektifnya yang hanya 11,5%.
Kedua angka di atas tidak hanya jauh lebih rendah dari angka 80% yang diklaim sendiri oleh Sinovac, tetapi juga lebih rendah dari ambang batas kelayakan 50% yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia – WHO dan badan kesehatan nasional banyak negara di dunia.
Pada 6 Maret, China National Pharmaceutical Group mengeluarkan pernyataan yang mengklaim bahwa data yang diungkap media Peru itu “tidak ilmiah dan tidak teliti” dan mengancam akan menuntut media itu.
Ren Ruihong, mantan kepala proyek penyelamatan penyakit kritis Palang Merah Tiongkok mengatakan bahwa sampai saat ini pun Sinopharm belum mempublikasikan data klinis vaksin nya. Tidak perlu heran jika data uji klinis tahap ketiga yang diekspos oleh media asing menunjukkan “efektivitas yang buruk”, lantaran itu sudah dapat ditebak sebelumnya.
Penyebabnya adalah, teknik yang digunakan untuk menghasilkan vaksin yang dilemahkan, adalah dengan menggunakan strain virus yang paling awal, tentu saja efektivitasnya cepat menurun dengan munculnya sejumlah besar varian baru dari virus COVID-19 ini.
Ms. Zhu, petugas lini depan anti-epidemi di Tiongkok mengatakan bahwa sudah merupakan “rahasia umum” bahwa keefektifan dari vaksin buatan daratan Tiongkok disangsikan banyak komunitas dunia, tetapi semua orang di Tiongkok tidak boleh membocorkannya.
Bahkan orang-orang yang berada dalam lembaga pengendalian penyakit Tiongkok pun, setengah dari mereka menolak untuk menerima vaksin buatan dalam negeri. Sedangkan untuk para lansia atau penderita penyakit kronis lainnya, tidak dianjurkan untuk menerima vaksin yang diproduksi oleh Tiongkok. (et/sin/sun)
0 comments