Peringatan Hari HAM Internasional 2020 "Masih Marak Penindasan"
Aksi bela Muslim Uyghur di Depan Kedutaan Besar RRT di Jalan Mega Kuningan, Jakarta Pusat 21 Desember 2018. |
YUAN MEIPeringatan Hari HAM (Hak Asasi Manusia) Internasional yang jatuh pada 10 Desember setiap tahunnya terus menyerukan dihentikannya penindasan manusia di seluruh dunia. Pada 2020 ini telah mencapai peringatan yang ke-72, namun kasus penindasan HAM masih cukup tinggi di beberapa Negara.
Salah satu kasus yang fenomenal dan hingga saat ini masih terjadi adalah penindasan yang dilakukan oleh pemerintah komunis Tiongkok terhadap kelompok beragama (agama Budha, Kristen, Katolik, suku Muslim Uyghur dan Praktisi Falun Gong). Dan kasus ini semakin menyedot perhatian dunia dan terus dilakukan investigasi.
Menjelang peringatan ke -72 Hari HAM Internasional, para praktisi Falun Dafa di seluruh dunia terus menyerukan dihentikannya dengan mengadakan aksi damai di depan Konsulat Jenderal atau Kedutaan Besar Tiongkok di berbagai negara, menyerukan agar Partai Komunis Tiongkok segera mengakhiri penindasan terhadap para praktisi Falun Dafa.
Praktisi Falun Gong selama 21 tahun serukan hentikan penindasan
Data yang dihimpun oleh situs web minghui.org. |
Menurut informasi yang dikumpulkan oleh situs web Minghui.org, pada Oktober 2020 setidaknya 433 praktisi Falun Gong ditangkap dan 644 dilecehkan karena keyakinan mereka. Dua ratus delapan puluh dua (65%) dari praktisi yang ditangkap masih ditahan pada saat berita ini diturunkan. Data Oktober membuat jumlah kasus penangkapan dan pelecehan dari awal tahun hingga Oktober dari 5.179 menjadi 5.908.
Di antara 1.077 praktisi yang ditangkap dan dilecehkan, 198 rumahnya digeledah. 53 dari mereka yang ditangkap dan 39 yang dilecehkan berusia di atas 65 tahun, dengan yang tertua 92 tahun. Uang yang disita oleh polisi dari tiga puluh lima praktisi mencapai total 267.840 yuan, masing-masing berkisar dari 200 yuan hingga 100.000 yuan, dengan rata-rata 7.653 yuan per orang.
Karena pembatasan informasi di Tiongkok, jumlah praktisi Falun Gong yang dianiaya karena keyakinan mereka tidak selalu dapat dilaporkan secara tepat waktu, juga tidak semua informasi tersedia.
Penindasan pada Suku Uyghur
Belum lama ini, Kongres Uyghur Dunia (WUC), organisasi Uyghur internasional terbesar, telah mendesak Komite Olimpiade Internasional (IOC) untuk mempertimbangkan kembali keputusannya mengadakan Olimpiade Musim Dingin 2022 di Beijing sehubungan dengan situasi hak asasi manusia di wilayah Xinjiang, Tiongkok.
Dalam pengaduan resmi ke Komisi Etika IOC, WUC mengatakan bahwa IOC telah bertindak melanggar Piagam Olimpiade dengan gagal mempertimbangkan kembali penyelenggaraan di Beijing menyusul bukti yang dapat diverifikasi dari genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi terhadap Uyghur dan Muslim Turki lainnya oleh Tiongkok.
Tetapi IOC menanggapi dengan mengatakan “harus tetap netral dalam semua masalah politik global”.
Namun Presiden WUC, Dolkun Isa, menyatakan, “IOC tidak dapat lagi mengklaim ketidaktahuan tentang genosida Tiongkok terhadap orang-orang Uyghur.”
WUC mengatakan, telah menyerahkan kepada IOC bukti kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi di Xinjiang, seperti sterilisasi massal, penahanan sewenang-wenang di kamp-kamp interniran, penyiksaan, keamanan dan pengawasan yang represif, serta kerja paksa dan perbudakan.
“Mengadakan Olimpiade di Beijing akan dilihat sebagai dukungan untuk penindasan ekstrim yang diderita oleh Uyghur dan Muslim Turki lainnya,” kata kelompok itu dalam sebuah pernyataan.
Juga, kata kelompok itu, IOC bahkan mungkin “terlibat langsung” dalam kejahatan terhadap Uyghur dan Muslim Turki lainnya, karena tidak mungkin untuk memastikan produk yang digunakan untuk barang dagangan Olimpiade tidak tercemar oleh tangan para pekerja budak, mengingat sifat buram dari rantai pasokan di Tiongkok.
Menurut angka yang dikutip oleh Komisi Eksekutif Kongres AS untuk Tiongkok dan PBB, sebanyak 1 juta orang Uyghur dan etnis minoritas lainnya diyakini ditahan di fasilitas pendidikan ulang milik Partai Komunis Tiongkok.
Mantan tahanan Uyghur sebelumnya mengatakan kepada The Epoch Times bahwa mereka mengalami penyiksaan, dipaksa untuk mencela keyakinan mereka, dan dipaksa untuk berjanji setia kepada Partai Komunis Tiongkok (PKT) saat ditahan di fasilitas yang seringkali penuh sesak.
Para wanita suku Uyghur, sementara itu, telah menjadi sasaran sterilisasi paksa, aborsi paksa, dan keluarga berencana paksa, menurut sebuah laporan yang baru- baru ini terungkap.
Amerika Serikat telah menjatuhkan sanksi kepada empat pejabat Tiongkok yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia terhadap orang Uyghur, termasuk Sekretaris Partai wilayah Xinjiang, Chen Quanguo, yang merupakan anggota Politbiro PKT yang kuat.
Kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Tiongkok dan dilakukan oleh Partai Komunis Tiongkok masih berlangsung hingga saat ini. Dan hingga detik ini masih terus menimbulkan korban nyawa.
Anggota Parlemen Eropa juga mendesak Uni Eropa untuk mengambil “tindakan politik mendesak” guna mengekang “tindakan tidak manusiawi” rezim Tiongkok terhadap Uyghur.
Catatan: Pandangan yang diungkapkan dalam artikel ini adalah merupakan pendapat penulis pribadi.
0 comments