Trump Terjangkit Virus, PKT Hadapi Krisis Lebih Besar
Pada 4 Oktober, pendukung Trump berdiri di depan rumah sakit, mengusung spanduk yang memberikan semangat kepada Trump agar lekas pulih. (SAMUEL CORUM / GETTY IMAGES) |
TIAN YUN
Pada 2 Oktober 2020 lalu, Biro Layanan Keimigrasian AS (USCIS) merilis kebijakan baru bahwa menetapkan larangan bagi anggota partai komunis dan orang-orang terkait untuk mendapatkan status menetap selamanya atau berubah status menjadi warga negara AS.
Partai Komunis Tiongkok (PKT) menyatakan memiliki 90 juta orang anggota, merupakan organisasi partai komunis terbesar di dunia, maka tindakan yang langsung menyasar PKT ini akan mengguncang para anggota PKT berikut para pengikut mereka dan juga keluarganya, menghancurkan niat mereka bermigrasi ke AS untuk mengejar American Dream. Pengumuman tersebut berbeda dengan larangan bagi anggota partai komunis untuk masuk ke wilayah AS yang diungkap media massa pada Juli 2020 lalu, tapi ruang lingkup hantamannya relatif luas, apalagi setelah ini, pemerintah AS mungkin akan memeriksa seluruh anggota PKT yang telah memperoleh Green Card dan kewarganegaraan AS. Mencabut visa dan mendeportasi mereka pun akan menjadi sah sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Dengan dirilisnya perintah ini menandakan pemerintah AS tengah berupaya keras melawan penetrasi PKT dan membersihkan kekuatan komunis di dalam negeri. Tadinya PKT berharap pilpres AS mungkin akan membawa perubahan, mengira jika Trump terjangkit virus maka akan menghalanginya menjabat kembali, tapi spekulasi ini ternyata salah. Pandemi merebak, adalah dosa kejahatan yang tidak bisa dibersihkan dan tidak bisa dilepaskan oleh PKT. Kini, keluarga pertama di AS telah terjangkit, sehingga memicu kemarahan warga AS yang semakin memuncak, PKT akan menghadapi krisis yang lebih besar daripada sebelumnya.
Pertama, pemimpin AS dan penanggung jawab organisasi internasional satu persatu menanyakan kabar Trump, selain menyampaikan simpati kemanusiaan lintas negara, juga menunjukkan rasa bersahabat pada AS, dan sinyal berempati kepada Trump atau menunjukkan itikad baik. Sesungguhnya, simpati mana yang datang awal, mana yang datang terlambat, mana yang tulus, jelas Trump bisa merasakannya.
Merangkum pemberitaan media massa, Presiden Dewan Eropa Charles Michel, PM India Narendra Modi, PM Inggris Boris Johnson, Sekjen NATO Jendral Jens Stoltenberg, Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden Taiwan Tsai Ing-Wen, Dirjen WHO Tedros Adhanom, PM Belanda Mark Rutte, PM Kanada Justin Trudeau, PM Israel Benjamin Netanyahu, Presiden Prancis Emmanuel Macron, Kanselir Jerman Angela Merkel, Presiden Brazil, PM Italia, PM Slovenia, Pemimpin Korut Kim Jong-Un, Sekjen PBB António Guterres, serta pemimpin berbagai negara dunia seperti Turki, Afghanistan, Meksiko, Kolombia, Polandia, Mesir, Zimbabwe, dan lain-lain, semuanya mendoakan kesembuhan segera bagi pasangan Trump dan Melania
Yang patut disoroti adalah, Xi Jinping yang sempat disebut Trump sebagai sahabat baiknya itu termasuk dalam jajaran yang terakhir memberikan simpatinya. VoA dalam pemberitaan khusus mengenai simpati dari pemimpin negara di dunia secara khusus menggarisbawahi, “Akan tetapi, surat kabar Global Times yang berada di bawah naungan panji surat kabar People’s Daily telah menerbitkan komentar yang sifatnya mengkritik, dan menyatakan ‘hal ini mungkin akan berdampak buruk bagi Trump untuk menjabat kembali’.” Pernyataan dari pimred Global Times bernama Hu Xijin tersebut selama ini ibarat juru bicara non-resmi PKT, oleh sebab itu cuitan di akun Twitter-nya tidak bisa dinilai sebagai pandangan pribadi. Tak lama setelah berita Trump terjangkit itu tersebar, Hu segera melontarkan komentar negatif, bahkan jauh lebih awal daripada pernyataan simpati resmi Xi Jinping. Pernyataan sikap yang terpecah belah seperti ini menandakan di internal PKT sendiri telah terjadi perselisihan, bagaimana mungkin bisa mengambil hati Amerika?
Kedua, Presiden Trump beserta istri terjangkit virus, titik berat pembahasan dibawa ke arah pandemi, dan ini adalah hal yang paling tidak disukai PKT. Tidak diragukan, Gedung Putih akan memeriksa sistem perlindungan Kesehatan dan mekanisme keamanan internalnya, menyelidiki bagaimana presiden dan sejumlah tokoh Partai Republik terjangkit. Di saat yang sama, pemerintahan Trump akan terus mengusut PKT yang telah menutupi fakta pada awal pandemi dan peran WHO di baliknya, untuk kemudian menuntut ganti rugi kepada PKT, ini termasuk dari pemerintah federal, dari pemerintah negara bagian, dan masyarakat AS masing-masing akan menuntut ganti rugi dari PKT, termasuk juga mendorong dan membantu negara dan lembaga lain yang berniat menyelidiki dan menuntut tanggung jawab PKT. Intinya, masalah ini belum berakhir.
Ketiga, pada 3 Oktober lalu, surat kabar The Epoch Times Inggris memberitakan pengumuman kebijakan baru USCIS yang melarang migrasi anggota partai komunis ke AS. Banyak pembaca AS menulis pesan, menyampaikan kemuakan mereka terhadap partai komunis, dan menghimbau pemerintah agar mengikuti jejak AS menyelidiki anggota partai komunis yang berada di Inggris. Sebagai contoh, seorang warganet menuliskan: “Ada orang membenci Amerika, ingin menggantikan kebebasan dan ekonomi pasar bebas dengan sosialisme dan komunisme. Terhadap orang-orang seperti ini, kita harus membentuk sebuah yayasan, membantu mereka membelikan tiket pesawat sekali jalan dan cabut status kewarganegaraan mereka, mendeportasi mereka ke negara komunis atau sosialis.”
Setelah Presiden Trump positif terjangkit, situs internet RRT telah menghapus pernyataan rasional yang damai (apalagi yang menyatakan mendukung Trump), dan hanya terlihat kelompok “50 sen (Wu Maodang, buzzer PKT, Red.)” bersorak sorai; tak sedikit warga AS juga ikut mencaci maki dan menyindir Presiden Trump di medsos. Ironisnya adalah, orang-orang yang sejalan dengan “komunitas bersama manusia senasib” ala PKT, ataupun yang mencaci maki Amerika yang “rasisme”, padahal mereka sendirilah yang siang dan malam sibuk memprovokasi dan menyebarkan kebencian. Pada tingkat yang berbeda mereka telah didoktrin oleh konsep komunisme dan sosialisme, mengagungkan kekerasan dan pertarungan, memilih untuk bertentangan dengan nilai-nilai universal.
Fenomena aneh seperti ini pun telah dilihat jelas oleh para tokoh berbagai kalangan termasuk Presiden Trump sendiri, bahwa komunisme tidak hanya telah meracuni beberapa generasi rakyat Tiongkok, tapi juga telah menyusup secara serius di dalam masyarakat Amerika, serta berupaya menodai kesucian jiwa manusia, berusaha menghancurkan sejarah, konstitusi, dan nilai-nilai tradisi Amerika. Seorang warganet mengatakan, sebenarnya Presiden Trump bukan berkampanye melawan Biden, melainkan duel melawan kekuatan yang menentang Trump. Faktanya, hal ini menyangkut perang antara kebenaran dan kejahatan antara pemerintah dan warga.
Apakah Xi Jinping Melihat Etnis Tionghoa Pendukung Trump di Luar Rumah Sakit?
Saat Trump dirawat di RS Militer Walter Reed, masyarakat Amerika dari berbagai tempat datang ke rumah sakit untuk menyatakan dukungan, surat kabar The Epoch Times meliput situasi di depan rumah sakit, mewawancarai warga dari berbagai etnis, dan di antaranya juga sempat mewawancarai etnis Tionghoa dari New York. Di lokasi ada yang membawa kantong tidur, di seberang rumah sakit bahkan didirikan tenda, seharusnya ada orang yang bermalam di lokasi, dan juga dihadiri oleh banyak media massa.
Tidak tahu apakah Xi Jinping dan petinggi PKT lainnya pernah melihat pemandangan seperti ini atau tidak, mereka merasa berada tinggi di atas awan, tapi pernahkah mereka mengalami dukungan rakyat yang berinisiatif dari lubuk hatinya? Petinggi PKT melakukan inspeksi dan kunjungan kemana-mana, seluruh warga yang hadir adalah orang-orang yang diatur, yang semuanya hanya demi propaganda.
“Impian negara kuat” Xi Jinping apakah sadar, apa yang dimaksud dengan sebuah negara yang kuat. Dukungan penuh rakyat dari hati nurani mereka, adalah kekuatan yang sebenarnya, ini juga penyebab mendasar kekuatan Amerika hingga saat ini. Slogan “kuat” PKT hanyalah “kuat” secara semu, juga merupakan “kuat” yang tak berdaya, terlebih lagi merupakan “kuat” yang dicemooh.
Apakah petinggi PKT masih berharap pada Biden? Lihatlah para pendukung Trump, lihatlah antusiasme mereka, entah itu dari seorang wanita etnis Kolombia yang di tangannya membawa papan untuk ditandatangani, ataupun etnis Pakistan yang melihat sendiri Trump keluar menyampaikan rasa terima kasihnya, atau masyarakat dengan warna kulit lain yang bertanda tangan, juga bunga segar yang ditempatkan di satu sisi dan spanduk berisi kata-kata dari hati nurani, apakah PKT merasa mampu mengendalikan aspirasi warga AS?
Pepatah Tiongkok kuno mengatakan, “air dapat menampung kapal juga dapat menenggelamkan kapal”, petinggi PKT seharusnya bertanya kepada diri sendiri, apakah mereka merasa layak duduk di pusat kekuasaan itu, atau berapa lama lagi mereka merasa bisa terus memerankan “jubah baru sang kaisar”?
Masyarakat yang mendukung Trump di depan rumah sakit, seharusnya membuat petinggi PKT melihat apa itu aspirasi masyarakat yang sesungguhnya, petinggi PKT juga seharusnya secara serius memikirkan aspirasi rakyat Tiongkok sekarang ini.
Di saat ini, PKT dikepung kesulitan dari segala penjuru. Tindakan PKT dengan ekonomi bergaya merampas, mencuri iptek, serangan peretas internet, penyusupan media sosial, menutupi fakta pandemi, diplomatik ala serigala perang, dan lain sebagainya tengah mengalami kepungan dan perlawanan dari negara internasional yang bersatu dan terus menguat. Kebijakan AS memberi sanksi bagi PKT dikeluarkan berturut-turut, Australia, India, Jepang, Uni Eropa, dan ASEAN telah menunjukkan tekad dan strategi melawan PKT, kian hari PKT kian dikucilkan, tapi masih saja beringas berniat bertarung.
PKT tidak bisa menerima kekalahannya dari kubu kebebasan, tidak bisa menerima mengembalikan kekuasaan kepada rakyat. PKT tengah sepenuhnya berbelok ke kiri, menindas HAM di Hong Kong dan Daratan Tiongkok, menuai lebih banyak lagi kecaman, kejahatannya terus terungkap. Seorang pendukung Trump menulis di Twitter: “Virus berasal dari PKT, PKT akan menuai akibatnya.” Satu kalimat tepat sasaran. (et/sud/sun)
0 comments