TIAN YUN
Pada 17 Oktober lalu, Fox News AS memberitakan, manajer kampanye capres Joe Biden, yakni Jen O’Malley Dillon mengeluarkan sebuah memo sepanjang tiga halaman, mengingatkan pendukung agar tidak optimis secara membuta, jangan melupakan kemenangan Trump secara tak terduga pada 2016.
Menurut memo yang diperoleh pihak Fox News ini, Dillon menuliskan, “Faktanya, dibandingkan dengan analisa yang kita lihat di TV dan Twitter, dalam berkompetisi kedua pihak sangat berdekatan. Survei yang terbaik pun bisa saja salah, mempertimbangkan berbagai variabel seperti rasio pemberian suara dan lain sebagainya, beberapa negara bagian yang krusial pun hasilnya kita seri.”
Sehari sebelumnya yakni pada 16 Oktober, Fox News mengutip cuitan reporternya, Shane Goldmacher terkait pernyataan Jen O’Malley Dillon pada hari itu dalam suatu pertemuan, dia berkata: “Terimalah fakta ini, kita tidak unggul dua digit, itu hanya angka survei nasional yang digelembungkan.”
Kedua berita ini sangat tidak lumrah. Pemilu memasuki tahap yang kian sengit, tim kampanye Biden mendadak menurunkan sendiri kompetensinya. Apakah ini sebagai suntikan pencegahan guna mengantisipasi kekalahan?
Sejak kampanye diinisiasi, mayoritas hasil survei yang dipublikasikan media massa sayap kiri AS menunjukkan Biden lebih unggul, bahkan dengan selisih mencapai dua digit. Kini satu kalimat “digelembungkan” dari manajer kampanye Biden ini pun sontak “mengempiskan gelembung besar” ini. Lalu orang-orang akan bertanya: Bagaimana begitu banyak data dari lembaga statistik yang berbeda dari negara bagian berbeda itu dikeluarkan? Berapa rasio “penggelembungan” itu? Bagaimana sebenarnya kondisi yang sesungguhnya?
Setelah Trump terpilih menjadi presiden, media massa sayap kiri yang mengendalikan mayoritas berita terus menghujat dan menyerangnya, termasuk menyebarkan berita palsu, pada dasarnya justru tidak memberitakan prestasi yang telah dicapai Trump di bidang ekonomi, diplomatik, militer, dan lain-lain. Setelah kampanye dimulai, media massa sayap kiri pun secara sepihak mendukung Biden. Dalam kondisi seperti ini, pertemuan kampanye Trump dan kegiatan mendukung kampanye oleh para “fans Trump” merefleksikan dua indikator penting dalam kegiatan kampanye.
Beberapa bulan terakhir, Presiden Trump menggelar acara pertemuan “Make America Great Again” di banyak negara bagian, pada setiap acara selalu menarik puluhan ribu peserta, bendera bintang-bintang dan garis berkibar pada setiap lokasi, situasi massa sangat antusias penuh semangat.
Masyarakat menjunjung papan bertuliskan “Kaum Wanita Dukung Trump”, “Veteran Dukung Trump”, “Polisi Dukung Trump”, “Petani Dukung Trump”, “Etnis Latino Dukung Trump”, dan lain sebagainya, yang menunjukkan aspirasi kuat warga.
Seorang warga Utah menuliskan: “Menurut saya, ‘warga pemilih yang pemalu’ jauh lebih besar daripada 11,7%, karena di banyak negara bagian, termasuk negara bagian yang cenderung konservatif, orang-orang dari Partai Demokrat yang anarkis menyerang setiap orang yang menyatakan mendukung Trump, memaksa mereka agar diam. Bendera saya mendukung Trump sudah dua kali dicuri, rumah dan truk saya disemprot cat! Istri dan anak-anak saya merasa takut. Mereka penganut sosialisme sangatlah jahat!”
Seorang penasihat keuangan federal AS mengatakan kepada surat kabar The Epoch Times versi Bahasa Inggris: “Selama tiga setengah tahun terakhir, saya sangat senang melihat rekening dana pensiunan mengalami peningkatan yang menggembirakan. Apa pun yang mereka katakan, Partai Demokrat ingin menaikkan pajak. Saya melihat pekerja pipa, pekerja listrik, pengusaha kecil, kontraktor dan warga dari berbagai sektor lainnya menjadi lebih makmur lewat pasar investasi. Biden mengatakan, pasar hanya milik para orang kaya, saya pun tertawa.”
Tim sukses Biden berinisiatif “patah semangat” karena adanya alasan lain, yakni kasus “laptop gate”. Pada 14 Oktober lalu, surat kabar New York Post secara mengejutkan telah mengungkap surel dari Hunter Biden yang menunjukkan dirinya dan sang ayah Joe Biden terlibat transaksi korupsi dengan perusahaan Ukraina dan juga PKT. Setelah kejadian, baik ayah dan anak Biden maupun tim sukses Biden tidak menyangkal kebenaran dari disc, surel maupun foto tersebut, sementara Facebook dan Twitter justru dengan cepat melindungi berita terkait, dengan menutup sejumlah akun official maupun akun pribadi, dan hal ini memicu kemarahan masyarakat.
Pada 15 Oktober, surat kabar New York Post Kembali mempublikasikan sebuah surel yang dikirimkan kepada Hunter Biden pada 13 Mei 2017 silam. Surel tersebut membahas transaksi dagang sebuah perusahaan energi dari Tiongkok, menyangkut “pemberian upah” bagi 6 orang yang terlibat. 5 orang di antaranya disingkat dengan huruf inisial, huruf “H” maksudnya adalah Hunter, “20H” maksudnya adalah Hunter mendapatkan 20% saham perusahaan. Penjelasan mengenai orang ke-6 adalah: “Hunter menyimpan 10% saham bagi orang besar ini?”
Keesokan hari pada 16 Oktober, Fox News mengungkapkan, menurut narasumber, yang dimaksud dengan “orang besar” (the big guy, red.) dalam surel tersebut adalah mantan Wapres Joe Biden. Ini tidak hanya menghancurkan pernyataan Biden yang sebelumnya mengatakan “tidak pernah membahas soal transaksi putra saya di luar negeri”, sekaligus juga menjelaskan, dirinya juga telah terlibat dalam transaksi uang dan kekuasaan dengan PKT. Biden seharusnya diproses investigasi hukum.
Saat ini, Biden terjebak rumor, Twitter dan Facebook pun menghadapi pemanggilan dari Senat sebagai akibat telah menekan kebebasan pers dan kebebasan berpendapat. Tidak sedikit warganet berpendapat, cara media sosial melindungi hal itu serupa dengan metode PKT, apakah mereka juga bermarga Dang (aksara Tionghoa bermakna: partai, berasal dari partai komunis Tiongkok, red.)?
Seorang warganet Amerika menuliskan: “Tidak diragukan lagi, media yang ada di mana-mana telah menjadi alat monopoli, berusaha mempropagandakan dan mengakhiri gaya hidup Amerika. Ini membuktikan, bahwa Presiden Trump adalah benar, media massa sayap kiri adalah musuh warga Amerika. Media massa seharusnya diberkati dengan kekuasaan, untuk memastikan penguasa tidak menyalahgunakan kekuasaannya, dan ketika mereka menyalahgunakan kekuasaannya akan diungkap. (Tapi) Media massa telah mengecewakan negara. Sekarang secara terang-terangan dan tanpa rasa malu berpihak pada satu partai politik. Sungguh memalukan.”
Kasus laptop-gate masih terus meradang, semakin banyak cerita internal yang akan muncul ke permukaan. Masalah korupsi kalangan petinggi Partai Demokrat, media massa sayap kiri AS yang melanggar kode etik jurnalistik, tindakan tak terpuji para raksasa media sosial yang berusaha mengintervensi pemilu telah terungkap, hasil survey terhadap kubu Biden akan “menyusut” lebih lanjut. (et/sud/sun)
Pada 17 Oktober lalu, Fox News AS memberitakan, manajer kampanye capres Joe Biden, yakni Jen O’Malley Dillon mengeluarkan sebuah memo sepanjang tiga halaman, mengingatkan pendukung agar tidak optimis secara membuta, jangan melupakan kemenangan Trump secara tak terduga pada 2016.
Menurut memo yang diperoleh pihak Fox News ini, Dillon menuliskan, “Faktanya, dibandingkan dengan analisa yang kita lihat di TV dan Twitter, dalam berkompetisi kedua pihak sangat berdekatan. Survei yang terbaik pun bisa saja salah, mempertimbangkan berbagai variabel seperti rasio pemberian suara dan lain sebagainya, beberapa negara bagian yang krusial pun hasilnya kita seri.”
Sehari sebelumnya yakni pada 16 Oktober, Fox News mengutip cuitan reporternya, Shane Goldmacher terkait pernyataan Jen O’Malley Dillon pada hari itu dalam suatu pertemuan, dia berkata: “Terimalah fakta ini, kita tidak unggul dua digit, itu hanya angka survei nasional yang digelembungkan.”
Kedua berita ini sangat tidak lumrah. Pemilu memasuki tahap yang kian sengit, tim kampanye Biden mendadak menurunkan sendiri kompetensinya. Apakah ini sebagai suntikan pencegahan guna mengantisipasi kekalahan?
Sejak kampanye diinisiasi, mayoritas hasil survei yang dipublikasikan media massa sayap kiri AS menunjukkan Biden lebih unggul, bahkan dengan selisih mencapai dua digit. Kini satu kalimat “digelembungkan” dari manajer kampanye Biden ini pun sontak “mengempiskan gelembung besar” ini. Lalu orang-orang akan bertanya: Bagaimana begitu banyak data dari lembaga statistik yang berbeda dari negara bagian berbeda itu dikeluarkan? Berapa rasio “penggelembungan” itu? Bagaimana sebenarnya kondisi yang sesungguhnya?
Setelah Trump terpilih menjadi presiden, media massa sayap kiri yang mengendalikan mayoritas berita terus menghujat dan menyerangnya, termasuk menyebarkan berita palsu, pada dasarnya justru tidak memberitakan prestasi yang telah dicapai Trump di bidang ekonomi, diplomatik, militer, dan lain-lain. Setelah kampanye dimulai, media massa sayap kiri pun secara sepihak mendukung Biden. Dalam kondisi seperti ini, pertemuan kampanye Trump dan kegiatan mendukung kampanye oleh para “fans Trump” merefleksikan dua indikator penting dalam kegiatan kampanye.
Beberapa bulan terakhir, Presiden Trump menggelar acara pertemuan “Make America Great Again” di banyak negara bagian, pada setiap acara selalu menarik puluhan ribu peserta, bendera bintang-bintang dan garis berkibar pada setiap lokasi, situasi massa sangat antusias penuh semangat.
Masyarakat menjunjung papan bertuliskan “Kaum Wanita Dukung Trump”, “Veteran Dukung Trump”, “Polisi Dukung Trump”, “Petani Dukung Trump”, “Etnis Latino Dukung Trump”, dan lain sebagainya, yang menunjukkan aspirasi kuat warga.
Seorang warga Utah menuliskan: “Menurut saya, ‘warga pemilih yang pemalu’ jauh lebih besar daripada 11,7%, karena di banyak negara bagian, termasuk negara bagian yang cenderung konservatif, orang-orang dari Partai Demokrat yang anarkis menyerang setiap orang yang menyatakan mendukung Trump, memaksa mereka agar diam. Bendera saya mendukung Trump sudah dua kali dicuri, rumah dan truk saya disemprot cat! Istri dan anak-anak saya merasa takut. Mereka penganut sosialisme sangatlah jahat!”
Seorang penasihat keuangan federal AS mengatakan kepada surat kabar The Epoch Times versi Bahasa Inggris: “Selama tiga setengah tahun terakhir, saya sangat senang melihat rekening dana pensiunan mengalami peningkatan yang menggembirakan. Apa pun yang mereka katakan, Partai Demokrat ingin menaikkan pajak. Saya melihat pekerja pipa, pekerja listrik, pengusaha kecil, kontraktor dan warga dari berbagai sektor lainnya menjadi lebih makmur lewat pasar investasi. Biden mengatakan, pasar hanya milik para orang kaya, saya pun tertawa.”
Tim sukses Biden berinisiatif “patah semangat” karena adanya alasan lain, yakni kasus “laptop gate”. Pada 14 Oktober lalu, surat kabar New York Post secara mengejutkan telah mengungkap surel dari Hunter Biden yang menunjukkan dirinya dan sang ayah Joe Biden terlibat transaksi korupsi dengan perusahaan Ukraina dan juga PKT. Setelah kejadian, baik ayah dan anak Biden maupun tim sukses Biden tidak menyangkal kebenaran dari disc, surel maupun foto tersebut, sementara Facebook dan Twitter justru dengan cepat melindungi berita terkait, dengan menutup sejumlah akun official maupun akun pribadi, dan hal ini memicu kemarahan masyarakat.
Pada 15 Oktober, surat kabar New York Post Kembali mempublikasikan sebuah surel yang dikirimkan kepada Hunter Biden pada 13 Mei 2017 silam. Surel tersebut membahas transaksi dagang sebuah perusahaan energi dari Tiongkok, menyangkut “pemberian upah” bagi 6 orang yang terlibat. 5 orang di antaranya disingkat dengan huruf inisial, huruf “H” maksudnya adalah Hunter, “20H” maksudnya adalah Hunter mendapatkan 20% saham perusahaan. Penjelasan mengenai orang ke-6 adalah: “Hunter menyimpan 10% saham bagi orang besar ini?”
Keesokan hari pada 16 Oktober, Fox News mengungkapkan, menurut narasumber, yang dimaksud dengan “orang besar” (the big guy, red.) dalam surel tersebut adalah mantan Wapres Joe Biden. Ini tidak hanya menghancurkan pernyataan Biden yang sebelumnya mengatakan “tidak pernah membahas soal transaksi putra saya di luar negeri”, sekaligus juga menjelaskan, dirinya juga telah terlibat dalam transaksi uang dan kekuasaan dengan PKT. Biden seharusnya diproses investigasi hukum.
Saat ini, Biden terjebak rumor, Twitter dan Facebook pun menghadapi pemanggilan dari Senat sebagai akibat telah menekan kebebasan pers dan kebebasan berpendapat. Tidak sedikit warganet berpendapat, cara media sosial melindungi hal itu serupa dengan metode PKT, apakah mereka juga bermarga Dang (aksara Tionghoa bermakna: partai, berasal dari partai komunis Tiongkok, red.)?
Seorang warganet Amerika menuliskan: “Tidak diragukan lagi, media yang ada di mana-mana telah menjadi alat monopoli, berusaha mempropagandakan dan mengakhiri gaya hidup Amerika. Ini membuktikan, bahwa Presiden Trump adalah benar, media massa sayap kiri adalah musuh warga Amerika. Media massa seharusnya diberkati dengan kekuasaan, untuk memastikan penguasa tidak menyalahgunakan kekuasaannya, dan ketika mereka menyalahgunakan kekuasaannya akan diungkap. (Tapi) Media massa telah mengecewakan negara. Sekarang secara terang-terangan dan tanpa rasa malu berpihak pada satu partai politik. Sungguh memalukan.”
Kasus laptop-gate masih terus meradang, semakin banyak cerita internal yang akan muncul ke permukaan. Masalah korupsi kalangan petinggi Partai Demokrat, media massa sayap kiri AS yang melanggar kode etik jurnalistik, tindakan tak terpuji para raksasa media sosial yang berusaha mengintervensi pemilu telah terungkap, hasil survey terhadap kubu Biden akan “menyusut” lebih lanjut. (et/sud/sun)
0 comments