35% Warga Brasil Penerima Vaksin Murah Produksi Tiongkok Terkena Efek Samping
Di Tiongkok, meskipun pengembangan vaksin secara resmi belum selesai, ratusan ribu orang telah dijadikan tikus percobaan untuk menerima satu dari tiga jenis vaksin COVID-19. |
ZHONG JINGMING
Pada Rabu, 21 Oktober 2020, Presiden Brasil tiba-tiba memerintahkan penghentian penerimaan 46 juta ampul vaksin virus PKT (Partai Komunis Tiongkok) atau yang lebih umum dikenal sebagai virus corona Wuhan, yang dibeli dari Daratan Tiongkok. Sebelumnya, pemerintah daerah Brasil telah menyatakan, sebanyak 35% dari 9.000 orang warga yang dites vaksin tersebut, telah mengalami efek samping. Menurut laporan media Hong Kong sebelumnya, 46 juta ampul vaksin produksi Daratan Tiongkok yang dijual ke Brasil itu dijual dengan harga “setara sayur kubis”, alias terlampau murah.
Presiden Brasil, Jair Bolsonaro menjelaskan pada 21 Oktober bahwa dia tidak akan membeli vaksin yang diproduksi oleh Sinovac Biotech. Ia juga menegaskan tidak menghendaki rakyat Brasil menjadi tikus percobaan pihak Tiongkok. Kementerian Kesehatan Brasil sebelumnya telah menyatakan bahwa mereka hanya akan mempertimbangkan penggunaan vaksin eksperimental dari University of Oxford dan Zeneca Group PLC dari Inggris, dan tidak berencana untuk membeli vaksin dari Sinovac Biotech, Tiongkok.
Pada 19 Oktober 2020, pemerintah negara bagian Sao Paulo, Brasil telah menginformasikan bahwa 35% dari 9.000 orang sukarelawan yang menjalani uji coba tahap ketiga vaksin yang diproduksi Sinovac Biotech, mengalami kelainan sebagai efek samping vaksin, yakni berupa sakit kepala serta bengkak pada bagian tubuh yang disuntik.
Akan tetapi, Instituto Butantan mengumumkan pada hari yang sama bahwa hasil awal dari uji klinis tahap akhir (ketiga) vaksin ini adalah aman. Tetapi kesimpulan akhir harus menunggu penyelesaian berbagai eksperimen. Selanjutnya, Gubernur Sao Paulo menyatakan bahwa pemerintah federal telah menyetujui pembelian 46 juta ampul vaksin produksi Sinovac Biotech.
Namun, disaat Partai Komunis Tiongkok sedang menggembar-gemborkan keberhasilannya dalam mengekspor vaksin mereka, Presiden Brasil tiba-tiba membuat dunia terkejut dengan menolak pembelian vaksin buatan Tiongkok.
Sebelumnya, Partai Komunis Tiongkok menggunakan epidemi COVID-19 ini untuk melakukan diplomasi masker. Namun demikian, karena kualitas masker dan pakaian pelindung buatan produsen Tiongkok terlalu rendah, maka diplomasi masker tidak membawa hasil, justru berdampak negatif.
Selain Sinovac, produsen vaksin Tiongkok juga masih memiliki beberapa vaksin yang sedang dalam uji klinis tahap ketiga, dan keamanannya terhadap kesehatan manusia belum diakui secara internasional. Namun, komunis Tiongkok tidak sabar untuk menunggu hasil uji klinis tersebut, sudah menyuntikkan vaksin itu kepada warganya yang pergi ke luar negeri. Beberapa pemerintah daerah malahan membuka kesempatan kepada masyarakat luas untuk menerima vaksinasi.
Ambil Sinovac Biotech sebagai contoh, menurut media Tiongkok, sejak September sebanyak 743.000 orang warga Yiwu, Jiaxing, dan lainnya di Provinsi Zhejiang telah mendapat vaksin. Vaksin perlu dilakukan sebanyak 2 kali suntikan dengan harga RMB 400, atau setara 880.000 rupiah. Namun, sumber resmi tidak mengungkapkan apakah orang-orang yang divaksinasi ini mengalami efek samping.
Menurut berita yang dilaporkan oleh media Phoenix Hong Kong sebelumnya, 46 juta ampul vaksin yang diproduksi Sinovac Biotech tersebut dijual dengan harga yang sangat murah ke Brasil, yakni hanya 2 dollar AS per ampul, atau 4 dollar AS / 2 ampul (setara 59.000 rupiah). Harga ini mendekati harga kubis, bukan? (et/sun)
0 comments