Dalam budaya tradisional Tiongkok, banyak kata bijak dan kisah inspiratif kesabaran telah dicatat dalam buku sejarah dan kronik selama ribuan tahun.
Aksara 忍 dibentuk dengan “menempatkan pisau di atas hati.” Hal ini seolah menyiratkan bahwa kualitas ini tidak mudah dicapai oleh orang biasa namun membutuhkan tingkat kultivasi, disiplin, dan kemauan yang lebih tinggi.
LU WEN
Aksara Tiongkok 忍 (rěn) adalah aksara piktofonetik — yakni aksara yang terdiri dari dua bagian, satu bagian menunjukkan arti atau makna dan komponen lainnya mengindikasikan suara.
Aksara 忍 memiliki arti bersabar, menahan penderitaan, dan toleransi. Aksara ini juga mengandung konotasi pengendalian diri dan kontrol diri. Terdiri dari aksara hati 心 (xīn) di bagian bawah, yang menunjukkan suatu makna atau arti, dan aksara 刃 (rèn) di bagian atas, yang mengindikasikan suara.
Aksara 刃, mengacu pada bilah pisau atau ujung pisau, yang juga berkontribusi pada makna aksara 忍.
Maka, dapat diartikan aksara 忍 berarti kesabaran yang dibentuk dengan menempatkan “pisau” di atas “hati.” Hal ini seolah menyiratkan bahwa kualitas ini tidak mudah dicapai oleh orang biasa namun membutuhkan tingkat kultivasi, disiplin, dan kemauan yang lebih tinggi.
Mengapa seseorang harus bersabar? Apakah hasil positif dari kesabaran?
Petunjuk Tiongkok kuno (anonim) tentang Kesabaran (無名氏忍箴) menyatakan: “Saat kaum hartawan dapat bersabar, mereka akan melindungi keluarga dan leluhur mereka. Saat orang yang tidak mampu dapat bersabar, mereka akan terbebas dari penghinaan dan aib.”
“Ketika ayah dan anak dapat bersabar, mereka akan saling melakukan kebaikan, sang anak akan menunjukkan rasa bakti pada orang tua dan orang tua memperlakukan anaknya dengan kasih sayang. Ketika sesama saudara dapat bersabar, mereka akan saling memperlakukan kebaikan dengan benar dan tulus.”
“Saat sesama teman dapat bersabar, persahabatan mereka akan bertahan lama. Ketika suami dan istri dapat bersabar, hubungan mereka akan harmonis.”
“Saat dilanda kesulitan atau penderitaan, orang yang sabar mungkin akan diledek dan ditertawakan oleh orang lain. Namun, begitu kesengsaraan telah terlewati, mereka yang mengejek dan menertawakan akan merasa malu dan rendah diri.”
Dalam budaya tradisional Tiongkok, banyak kata bijak dan kisah inspiratif tentang kesabaran telah dicatat dalam buku-buku sejarah dan menjadi kronik selama ribuan tahun.
Orang bijak berbudi luhur telah bersusah payah mengajarkan pada sesama agar menjadi orang yang toleran, sabar, dan pemaaf (忍讓寬 恕, rěn ràng kuān shù) dan dapat menanggung penghinaan dan bertahan menanggung tanggung jawab besar (忍辱負重, rěn rǔ fù zhòng), dengan demikian akan menciptakan “budaya kesabaran” yang kaya dan berharga (忍文化, rěn wén huà). (et/feb/sun)
0 comments