Dahulu
kala tersebutlah seseorang yang bernama Zhao Wangye, sebenarnya dia
seorang yang bertingkah laku buruk dan selalu melakukan kejahatan, tapi,
mengapa Maharaja Giok (dewa tertinggi dalam agama Tao) mengizinkannya
menjadi Zhao Wangye atau Dewa Dapur?
Sebab meskipun dia telah banyak berbuat jahat, namun, begitu terlintas
dalam benak sebersit ketulusan, telah melakukan satu hal yang baik,
karena itu Maharaja Giok memaafkannya.
Sebelum
menjadi Zhao Wangye, dia adalah seorang yang pemalas, tidak bekerja dan
gemar berjudi. Karena kegemarannya berjudi, ia dapat mempertaruhkan
segala apa yang dimilikinya. Dia tidak memikirkan masa depannya. Hingga
pada suatu ketika, dia bertaruh (judi) dengan seseorang, bukan saja
menghabiskan seluruh harta keluarga, lebih buruknya lagi istrinya pun
dipertaruhkan. Oleh karena itu istrinya kemudian menikah lagi dengan
seorang pencari kayu bakar.
Karena
kalah berjudi itu habislah sudah seluruh harta benda keluarga yang dia
miliki tanpa sisa bahkan dia masih memiliki sejumlah utang pada beberapa
orang. Sampai suatu kali dia tidak dapat membeli makanan. Dia lalu
menemui mantan istrinya yang dijual itu. Beruntunglah ia karena mantan
istrinya sangat pengasih, meskipun telah dijual, dia tetap memberikan
beberapa buah bacang, bahkan secara diam-diam menyelipkan 10 tael (mata
uang Tiongkok kuno) ke dalam bacang, dan memberitahu kepadanya:
“Ambillah bacang ini, jangan kasih orang lain ya!” Begitu dia pergi,
kebetulan seseorang datang menagih utang padanya, “Cepat bayar utangmu!”
“Saya tidak punya uang,” jawabnya.
“Apa, tidak punya uang? Lalu yang ditanganmu itu apa?”
“Makanan!”
“Makanan juga boleh!” Akhirnya bacang itu dirampasnya.
Setelah
bacang itu dirampas, dia kembali menemui istrinya. Istrinya bertanya
padanya, ”bacangnya mana?” “Dirampas orang!” Katanya. Tepat ketika
pembicaraan sampai di situ, si suami yang seorang penebang kayu bakar
itu pun pulang, Zhao Wangye kebingungan mencari tempat untuk sembunyi,
lalu dia bergegas masuk ke dalam tungku. Si penebang kayu bakar ini
kelelahan peluhnya membasahi tubuhnya sambil memikul setumpuk kayu
bakar, dia hendak mandi sekembalinya memotong kayu bakar. Dan dia
benar-benar baik terhadap istrinya dengan mengatakan, “Biarlah air
panasnya saya yang siapkan.” Istrinya bergegas berkata, “O, jangan!
Jangan! Biarlah saya nyalakan!“ Tapi, suami barunya ini bersikeras, lalu
mengambil kayu bakar dan dinyalakan di dalam tungku.
Zhao
Wangye bersembunyi di dalam dan memutuskan tidak keluar. Di benaknya
dia berpikir, “jika saya keluar, sang istri pasti akan dipukul sama
suaminya! Dia lebih baik mengorbankan diri, akhirnya dia tewas terbakar
hidup-hidup.
Setelah
tewas terbakar, setiap pagi, siang maupun malam mantan istrinya itu
membakar dupa dan sembahyang di depan tungku. Melihat itu, suaminya
bertanya, “Lho! Aneh! Kenapa setiap pagi, siang atau malam kamu selalu
menyembahyangi tungku?” Tentu saja dia tidak boleh mengatakan kalau
mantan suaminya itu mati terbakar di tungku tersebut, dan dengan sangat
terpaksa dia berkata, “Kita manusia bisa hidup di dunia, harus bersyukur
pada tungku dan kompor, sebab benda-benda ini memasak nasi untuk kita.”
Kemudian belakangan orang-orang merasa kata-katanya memang benar, “Kita
harus bersyukur pada tungku dan kompor. Seandainya tidak ada tungku dan
kompor, kita tidak bisa hidup!” Lalu, tiap-tiap keluarga menyembahyangi
tungku dan kompor di rumah mereka.
Setelah
Maharaja Giok mengetahui hal ini, ia mengampuni semua kesalahan Zhao
Wangye dan Maharaja Giok menobatkannya sebagai Zhao Wangye (Dewa Dapur),
dan memberi perintah kepadanya bahwa setiap 24 Desember tahun Imlek
naik ke istana langit untuk memberi laporan yang disebut “Kebaikan di
langit, kedamaian di bumi. Demikianlah asal usul legenda tentang Zhao
Wangye. (Sumber: Mingxin)
0 comments